Monday, March 12, 2007

10 pertanyaan paling menantang

Ini ada tulisan bagus dari temen milis TDA, semoga bermanfaat.

Endoz

Pengantar:
Pak Afrizal & Rekan members TDA,

Saya selalu terharu setiap ada rekan yang memutuskan
full TDA. Saya teringat kembali sewaktu saya
memutuskan hal yang sama. Betapa sesunggunya bukan hal
yang mudah.
Tulisan ini saya "kado" kan untuk Pak Afrizal yg telah
memutuskan full TDA. Great decision Pak. See you on
the top!

Salam FUNTastic!

Fauzi Rachmanto

============ ========= ========= =======

10 Pertanyaan Paling Menantang

Sewaktu menikah, kata orang kami berdua merupakan
“pasangan ideal”, karena istri saya pegawai negeri dan
saya karyawan bank swasta. Sudah punya karir, punya
anak dua, punya rumah, punya mobil, kurang apa? Begitu
kebanyakan teman dan keluarga bilang ke saya ketika
saya memutuskan menjadi pengusaha. Paling susah jika
ada acara kumpul2 keluarga atau teman. Biasanya muncul
pertanyaan ataupun pernyataan luar biasa yg rada2
susah dijawab. Ada yang sempat saya jawab, ada yang
bikin saya speechless. Berikut diantaranya:

1. Kenapa sih jadi pengusaha?
Jawab: Karena terlanjur! Hahaha … Jujur saja, tadinya
karena terlanjur bikin perusahaan, jadi terpaksa
serius. Ya begitulah hidup, kadang2 ada saja yang
terjadi diluar rencana. Tapi setelah saya renungkan,
menjadi pengusaha adalah pilihan hidup saya. Saya
tetap menghormati pilihan hidup orang lain. Jadi
karyawan juga tidak ada salahnya. Tapi saya pribadi
pilih jadi pengusaha. Karena hanya dengan menjadi
pengusaha, saya bisa melakukan banyak hal yang tidak
mungkin saya lakukan ketika menjadi karyawan,
misalnya:
- Memiliki potensi pendapatan yang sangat besar.
Sementara kalau terus jadi karyawan, setinggi apapun
jabatan saya pendapatan saya terbatas.
- Hanya dengan menjadi pengusaha saya dapat memberikan
kesempatan buat orang lain untuk mencari nafkah di
perusahaan saya. Istilahnya, bisa menjadi saluran
rizki buat orang lain.
- Lebih banyak waktu bersama anak2 dan keluarga saya,
sementara pendapatan terus mengalir. Sementara kalau
jadi karyawan waktu saya habis tersita untuk
perusahaan.

2. Bukankah hidup pengusaha itu susah, tidak bahagia?
Jawab: Ya, ada pengusaha yang tidak bahagia. Banyak
juga karyawan yang tidak bahagia. Bahagia sebetulnya
kan bukan soal profesi kita apa. Bahagia adalah
pilihan hati kita mau bahagia atau tidak. Saya sih
pilih bahagia.

3. Tapi kan pusing dan capek mikirin usaha?
Jawab: Ya, memang pusing kalau cuma dipikirin. Makanya
usaha tidak untuk dipikirin saja, tapi juga dijalanin.
Kalau sudah dijalanin sih pusing nya ilang kok.
Diganti sama deg2 an ... hehehe. Dulu sebelum tahu
ilmu nya saya juga capek. Dulu tidak ada delegasi ke
tim, jadi semua saya jalanin sendiri. Saya ikutan dari
mulai jualan, melakukan implementasi, sampai nagih.
Caaape’ deeeh. Tapi sekarang dengan delegasi ke tim,
alhamdulillah saya bisa lebih rileks.

4. Jadi pengusaha kan bisa bangkrut?
Jawab: Semua ada risiko nya. Jadi pengusaha penuh
risiko. Jadi karyawan apalagi. Malah, yang harusnya
paling takut perusahaan bangkrut itu justru para
karyawan. Kalau perusahaan bangkrut, karyawan langsung
dipecat. Kalau perusahaan saya bangkrut, belum tentu
saya pribadi ikut bangkrut. Lagi pula saya sedang
belajar menciptakan multiple streams of income, supaya
sumber pendapatan saya tidak hanya dari satu usaha
saja.

5. Gak takut banyak saingan?
Jawab: Dulu ya, saya takut saingan. Tapi setelah
dijalani ternyata persaingan itu tidak menakutkan sama
sekali. Malah positif buat kita karena memacu kita
untuk selalu lebih baik. Kalau kita selalu lebih baik
dari saingan, tidak ada lagi yang perlu ditakutkan.

6. Jadi karyawan kan lebih tentram?
Jawab: Ya ini kan soal pilihan. Mungkin jaman orang
tua kita dulu menjadi karyawan cukup menentramkan dari
segi finansial. Tapi dengan laju inflasi, semakin
besarnya biaya sekolah, semakin tingginya biaya hidup,
dan sebagainya, kalau saya terus jadi karyawan, justru
saya tidak akan bisa tentram lagi ketika anak2 saya
kuliah nanti.

7. Sudah punya karir kok ditinggalkan, apa tidak
bersyukur kepada Tuhan?
Jawab: Saya sangat bersyukur atas apa yang Allah telah
berikan kepada saya. Bahkan, dengan menjadi pengusaha
saya semakin memahami arti bersyukur. Dulu, saya
tinggal menunggu tanggal 25 semua beres, menghabiskan
nya juga enteng saja. Kini, saya semakin dapat
mensyukuri setiap rupiah yang saya terima. Betapa
dibalik setiap rupiah tadi adalah rizki dari yang Maha
Penyayang. Lagipula, menjadi pengusaha memungkinkan
saya mengembangkan seluruh potensi yang Allah sudah
berikan kepada saya. Itulah salah satu cara saya
bersyukur.

8. Gak punya darah pengusaha kok jadi pengusaha?
Jawab: Ya, dulu memang kebanyakan pengusaha
tradisional hanya meneruskan usaha orang tua nya. Maka
muncul mitos soal darah pengusaha ini. Kenyataannya
sekarang siapapun bisa jadi pengusaha. Karena
mengelola usaha itu ternyata ada ilmunya dan bisa
dipelajari. Saya memang masih belajar, tapi siapapun
yg mau belajar insyaAllah pasti bisa.

9. Kenapa gak merangkap saja punya usaha tapi tetap
jadi karyawan?
Jawab: Ya. Mungkin saja begitu. Saya juga pernah
begitu. Tapi kok malah tidak maksimal. Usaha tidak
berkembang, jadi karyawan juga gak tenang. Mungkin
masalahnya di fokus. Kalau saya bekerja untuk
perusahaan orang lain, semestinya dedikasi saya 100%
untuk perusahaan itu. Dengan “nyambi“, saya kok merasa
“selingkuh“ gitu. Itu kalau saya lho, mungkin orang
lain tidak.

10. Kok sering dirumah, sebenernya kerjanya apa sih?
Jawab: Hehehe ... begini Oom, memang jaman sekarang
sudah maju. Pertama, jasa yang perusahaan saya berikan
memang lebih banyak pakai otak daripada otot, jadi
saya bisa menyelesaikan sebagian besar kerjaan saya
dimanapun lewat internet. Kedua, sebagian besar
kerjaan yang butuh kehadiran fisik sudah saya
delegasikan pada tim saya yang lebih muda dan lebih
pinter, dan saya bayar mahal pula. Jadi saya tinggal
memonitor saja. Memang sekarang mungkin aneh, tapi
makin lama akan makin banyak orang yang bekerja
seperti saya.

http://fauzirachman to.blogspot. com