Saturday, July 28, 2007

Ya Allah ampunilah hambamu ini… saat ini baru 19 anak yang bisa kubantu



Menjelang tahun ajaran baru kemarin menjadi hari yang paling sibuk dan deg-degan bagi sejumlah orang tua yang buah hatinya sudah duduk di bangku sekolah. Ada saja kebutuhan yang harus disiapkan agar proses belajar anak menjadi lancar nantinya. Begitu juga yang saya dan istri alami, selain harus menyiapkan dana untuk daftar ulang kedua anak saya, masih banyak keperluan dan perlengkapan sekolah yang harus dipenuhi seperti : buku, sepatu, alat tulis, seragam dsb. Memang dana untuk keperluan ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, tapi tetap saja prakteknya jumlahnya melebihi yang sudah direncanakan.

Tanggal 10 Juli 2007, setibanya di rumah dari sekolah anakku membereskan urusan administrasi, tiba-tiba muncul Afni, salah seorang anak yatim klas 5 SD, yang memang sering main ke rumah [selama ini Afni & 3 saudaranya memang setiap bulan kami bantu meskipun hanya sedikit]. Ia pun mengeluhkan tentang biaya daftar ulang dan untuk beli buku. Istriku memang sering berpesan kepadanya kalau ada kebutuhan untuk sekolah yang mendesak, selama ‘kita bisa’ pasti dibantu.

Saat itu pulalah, aku merasa ‘diingatkan’ bahwa pada sebagian harta kita ada hak untuk orang lain yaitu untuk mereka yang lemah [dhuafa], ada hak anak-anak yatim, piatu & yatim piatu yang harus segera aku berikan. Rasulullah juga mengajarkan kepada setiap umatnya untuk selalu membantu mereka-mereka ini. Tak hanya itu, infak dan sedekah pun merupakan wujud kesadaran tertinggi akan sebuah makna kepemilikan setiap sen harta yang kita peroleh. Apapun bentuknya, harta yang kita miliki saat ini adalah salah satu nikmat yang Allah berikan kepada setiap hamba-Nya. Jadi sudah seharusnya bila dibagikan pula kepada yang berhak.

Moment-nya sangat tepat, mereka saat ini jelas memerlukan bantuan untuk memulai sekolah kembali. Apalagi aku sudah sepakat dengan temen-temen mastermind TDA-Jakarta Timur untuk bersedaqoh minimal 20% dari hasil usaha yang kita peroleh. Biasanya menjelang Idul Fitri dan bulan Januari, santunan ke anak yatim/piatu ini kita sumbangkan ke sebuah yayasan di daerah Jatiwaringin [sekaligus kedua anakku juga biar punya kepedulian & empati tatkala berinteraksi dengan mereka di asrama]. Tapi kali ini, aku terpikir untuk memberikannya ke mereka yang ada di dekat lingkungan komplek tempat tinggal kita [jadi memang harus dicari].

Langsung aku berunding dengan istri untuk mengumpulkan anak-anak yatim, piatu dan yatim piatu yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal kita. Dana yang ada untuk program ini, setelah diperhitungkan dengan cermat selayaknya dapat dibagikan kepada 20 anak. Esensinya nya lebih ke arah membantu meringankan beban para anak yatim, piatu & yatim piatu yang masih sekolah [terserah uangnya nanti mau dipakai untuk apa : daftar ulang, beli buku pelajaran, beli perlengkapan sekolah atau apa saja]. Paket buku tulis dan alat tulis sudah disiapkan oleh istriku dan siap dibagikan.

Tanggal 15 Juli 2007 pk. 16.00 [besoknya kan sudah tahun ajaran baru], akhirnya ada 19 anak yatim/piatu dan yatim piatu yang bisa datang, di hari itu pula kami mengundang pak ustadz Sukarman [dari perguruan SMP/SMA Hutama] untuk sedikit memberi masukan dan siraman rohani kepada kami sekeluarga dan 19 anak tsb. Akhirnya, acara selesai dengan baik pk. 16.30.

Ya Allah ampunilah hambamu ini… saat ini baru 19 anak yang bisa kubantu

Saturday, July 14, 2007

Be Happy Now

Anne R. C. Neale

Life is a journey, that we all know,
And we keep busy all the time, that is so,
But what about your happiness, that's important too,
Be happy this day, NOW, that is the thing to do,

Don't wait until you get things that you'd like,
Don't just keep thinking everything will be all right,
The time is now to smell the “roses” you see,
Before you know it your life will be over and you'll be in eternity,

Don't get so wrapped up in your daily life
Be sure to have some fun in your life's strife,
Don't waste this day, enjoy it and have fun, And be sure to give
Thanks for your blessings to the Holy One.

Thursday, July 12, 2007

Stop Press! Temen-temen Madiun ngajak ngumpul

Jumat malam, 6 Juli 2007, yang lalu tiba-tiba Didiek Soesanto temen SD Endrakila Madiun dulu dan juga temen di SMA N 1 Madiun nelpon ke HP. “Ndro, nomer telpon omahmu, piro? Iki onok sing arepe ngomong…”. Nggak lama kemudian telpon rumah berdering, ternyata yang mau ngomong adalah Tetty, temen SD Indrakila Madiun juga. Sebenarnya, aku juga lupa-lupa ingat seperti apa ya Tetty sekarang, begitu juga dia bertanya-tanya, Endro ini yang mana ya?

Akhirnya, Tetty complain, katanya aku nggak pernah bisa datang kalau ada undangan dari konco-konco Madiun. Jujur aja, selama ini kalau konco-konco Madiun yang di Jakarta ngumpul, pastinya selalu bentrok dengan jadwal acara keluargaku… So mau gimana lagi. Semuanya kan penting. Keluarga kan juga penting.

Singkatnya, Tetty ke rumah Didiek hanya mau menyerahkan undangan dari temen Madiun juga yang punya rencana mengkhitankan putranya pada tanggal 15 Juli 2007 nanti. Dengan didrop di Didiek Tetty berharap undangan akan dapat langsung tersebar ke konco-konco Madiun yang lain. Bisa jad benar! Kan Didiek Soesanto ini terkenal temen seangkatan yang paling rajin bersilaturahmi ke undangan Madiun-an. Salut aku sama beliau. Setiap kali ada acara Madiun-an Didiek selalu langsung nelpon aku. Tapi akunya aja yang keterlaluan nggak pernah bisa ngatur waktu biar everybody happy.

Akhirnya, aku berjanji untuk ambil undangan ke rumah Didiek. Di jadwalku sih tanggal 15 Juli belum ada acara yang penting, kecuali jalan-jalan sama my family. Nanti kalau mau datang juga barengan sama Didiek aja lah pikirku. Memang aku belum janji untuk bisa hadir di undangan tsb. Tapi semoga aja kali ini aku bisa memuaskan semuanya. Bisa nggak ya?

Tanggal 9 Juli 2007, kita sekeluarga jalan-jalan ke Bogor, ceritanya cuma mau cari makan siang yang enakan dikit. Maklum, istriku lagi males masak. Bawaannya kalau anak-anak libur kepingin ke pegunungan melulu. Tapi kan kita nggak bisa kemana-mana, putrid pertamaku kan belum selesai nyari SMAN nya. Akhirnya, seharian kita ngubek-ngubek Bogor, mulai dari FO sampai ke pasar nyari tales & asinan dan lunch di masakan khas Sunda.

Pulang dari Bogor, aku rencana mau mampir ke rumah Didiek, tapi pas di dekat kompleknya, Maghrib pun istriku menolak dan nggak mau ngganggu orang yang mau sholat. Dia juga maunya menyegerakan sholat Magrhib. Akhirnya, kuputuskan untuk nanti malamnya aku ke rumah Didiek. Eh, nggak tahunya pk. 9.00 –an Didiek yang dating ke rumah nganter undangan. Yo wis lah! Kita pun asyiik ngobrol ngalor ngidul. Terus Didiek & Harun ngajak aku tanggal 12 Juli 2007 nemuin temen kita Joko Soesilo yang saat ini menjabat Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Tapi karenaku punya plan ndaftarin anak ke SMA N 81 ya dengan berat hati aku nggak bisa ikutan. Tapi aku akan usahakan untuk bisa ngumpul acara reunion yang tanggal 15 Juli 2007 besok. Semoga.

Tonggak perjalanan anakku

6 Juli 2007 yang lalu, aku sengaja ambil cuti dari kantor, sekadar ingin mengantar putriku Adhika mendaftarkan diri ke PSB SMA N yang akan digelar mulai hari ini dengan sistem online seluruh Jakarta. Aku, istriku & anakku sengaja mau datang pukul 8,00 tepat, ke SMA N 71 yang menurut perkiraan akan lebih sepi dibanding ke SMA N 81 yang favorit Jakarta. Oh ya, tahun ini pendaftaran SMA N Jakarta bisa dilakukan di SMA N manapun yang terdekat, karena dengan sistem komputerisasi yang canggih, data akan langsung masuk langsung ke server Depdiknas, dan langsung bisa dibuka dinternet beberapa menit kemudian, canggih ya…Masing-masing diberi kesempatan memilih 5 SMA N yang diminatinya. Nantinya, computer akan memproses sesuai nilai dan peringkat yang ada di SMA N yang dituju.

Setibanya di SMA N 71, tak nampak petunjuk apapun terkait dengan perhelatan ini. Untung istriku iseng nanya ke satpam, di mana tempat ambil formulir pendaftaran, dijawab ada 2 tempat. Kemudian Adhika mengajak ke sebelah barat pintu gerbang, karena banyak temen-temennya sudah ada di situ, dan ternyata antrian sudah panjang, ada kalai 40-an. Istriku pun antri paling belakang, tapi ia sempat berbisik untuk ngecek tempat daftar satunya, tanpa ada petunjuk aku pun mulai jalan-jalan di sebelah timur. Eh ternyata ada seorang petugas duduk di depan kelas dengan tumpukan kertas. Saat kutanya di mana tempat pendaftaran dia pun langsung menyilakan ambil formulir di depannya. Thanks God, sebuah kemudahan ada di depan mata. Lalu kutanya setelah diisi ke mana ini harus dibawa, dia menyilakan untuk ke atas. Akhirnya aku kembali ke antrian istriku, lalu kusampaikan ke barisan antrian bahwa di sana tidak ada antrian, tapi banyak dari mereka yang tidak menanggapi [sayang ama antriannya kale].

Selesai isi formulir langsung ke lantai dua, lalu masuk ke ruang pendaftaran. Surprise, yang ngantre daftar baru sedikit. Tapi kegembiraan ternyata mulai sirna seketika, karena panitia setempat meminta berkas SKHUN [surat keterangan hasil ujian nasional] yang harus sudah dilegalisir ke anakku, yang sengaja aku latih untuk mendaftar sendiri [aku cuma mendampingi]. Nampak anakku hamper putus asa dengan petugas tsb. Alaamaaak! Terpaksa, aku turun tangan. Mulailah aku berargumantasi bahwa dari brosur yang disebar panitia depdiknas, dikatakan ‘pendaftar cukup menunjukkan’ no peserta ujian nasional dan SKHUN saja cukup dan akan dilayani. Kok ini prakteknya lain? Dan konyolnya, mereka tidak mau menerima fotocopian biasa. Dengan agak sedikit keras & menekan aku suruh ambil semua berkas asli milik anakku, karena urusan daftar SMAN hari ini harus selesai, aku nggak mau kalau harus bolak-balik untuk melegalisir berkas. Lalu aku berikan salinan ijazah yang telah dilegalisir sambil berargumentasi bahwa ijazah lebih sah secara hukum disbanding SKHUN yang mereka minta, toh kalau diterima nanti juga akan dicek & recek lagi, belaku. Panitia juga ngotot bahwa mereka tidak mau menahan berkas asli milik anakku.

Suasana agak tegang, dan antrean makin panjang tapi banyak dari mereka yang memihak ke pendapatku. Akhirnya, salah satu dari panitia menelepon seseorang [bossnya kale?]. Hasilnya, fotocopian saja sudah boleh untuk mendaftar. Nah gitu dunk. Be wise lah! Dalam hati, gitu aja kok repot dan nyusahin. Akhirnya, langkah pertama pendaftaran selesai. Kami dipersilakan menunggu hasil print out computer bukti pendaftaran di aula.

Sesampainya di aula, diumumkan kalau computer agak ngadat jadi belum bisa on line sama server pusat data di depdiknas. Sambil menunggu kita dihibur dengan video kegiatan SMAN 71. Ternyata SMA ini oke juga lho. Tahun lalu NEM terendahnya 26 tertinggi 29,60. Memang banyak lulsan SMP Putra tahun sebelumnya yang melanjutkan SMA di sini. Tapi anakku sudah menetapkan pilihan ke SMA N 81 ones of the best SMAN di Indonesia.

35 menit kemudian, akhirnya nama Adhika dipanggil ke depan. Setelah menandatangani bukti pendaftaran, aku pun ikut ngecek apakah data yang diinput benar atau salah. Karena tahun lalu terjadi ada beberapa siswa yang datanya diinput tidak benar akhirnya si anak yang rugi karena gagal diterima ke Sekolah yang diingini. Setelah yakin benar semuanya, barulah kami bertiga ke luar aula. Lalu menunggu temen-temen anakku dan orang tuanya yang tadi kena antrean panjang.

Siangnya, di rumah langsung kita buka internet ke situs www.dikmentidki.psb-online.or.id, lalu masuk di bagian SMA N 81, eh bener lho nama Adhika ada di peringkat ke 30. Malamnya, kita pantau anjlok ke peringkat 35. Hari kedua pendaftaran 7 Juli 2007, sorenya kita pantau lagi lewat internet, nama Adhika anjlok ke peringkat 36. Jadi PSB tahun ini memang betul-betul fair dan transparan banget, karena semua orang bisa memantau via internet. Hari terakhir 9 juli 2007, anjlok lagi ke peringkat 37 dari 259 yang dijaring hingga penutupan pendaftaran. Alhamdulillah, artinya anakku pastinya diterima di SMAN 81. So tinggal nunggu pengumuman resminya 10 Juli besok. Data terakhir yang dijaring SMAN 81, NEM tertinggi 29,60 dan NEM terendah 28,07. Gila banget berarti yang diterima rata-rata NEMnya di atas 9,5 semua. Berat banget nanti saingannya di sekolah ini. Tapi it’s okay, Adhika biasanya kalau ada lawan yang berat malah tambah semangat.

10 Juli 2007, kita langsung ke SMAN 81 tepat pukul 07,55. Wow ternyata banyak banget yang sudah hadir untuk melihat pengumuman & lapor diri. Hari ini adalah kesempatan bagi para calon yang diterima untuk lapor diri. Kalau nggak akan hangus haknya. Dan seperti biasa, minim petunjuk juga. Tapi bersama dengan temen-temen dari SMP Putra lainnya, dengan sabar kami menunggu. Akhirnya, kami diminta untuk masuk ke ruang 1, di situlah lapor diri dimulai. Pendaftaran seharusnya bisa dilangsungkan saat itu juga, tapi persyaratan kami masih kurang SKHUN yang dilegalisir 2 lbr, Kartu Keluarga, dan pasfoto anak, ayah & ibunya. Dan diberi waktu hingga 12 Juli 2007. Lagi-lagi urusan ternyata masih panjang. Karena kita harus ke SMP Putra untuk legalisir, dan bikin pasfoto orang tua. Kebayang kan repot-nya. Sabar dan bersabarlah lagi, karena memang pengumumannya serba nggak jelas.

Usai lapor diri Adhika diminta untuk ukur seragam di ruang lainnya. Eh ternyata, diminta untuk membayar sekaligus uang seragam & buku yang jumlahnya Rp 1,125,000. Lagi-lagi, sebagai orang tua terkejut juga dibuatnya. Untung [orang jawa selalu begini] saya ada Rp 700,000 di kantong & istri ada Rp 600,000 –an di dompetnya. Kebayang kan kalau Adhika nggak kita dampingi sudah ngacir pulang dia… hehehe…Gimana yang nggak siap ya? Pasti sudah keluar dan sibuk cari ATM terdekat. It’s okay emang kita yang butuh dan harus be pro active.

12 Juli 2007, bertiga kita kembali ke SMAN 81 lagi. Kali ini semua berkas sudah lengkap jadi kita datang pk 9,15 –an. Dan urusan daftar ulang bisa berakhir dengan happy. Tanggal 14 Juli 2007 pk 07,00, siswa baru diminta masuk untuk pengarahan MOS [masa orientasi siswa] yang akan digelar 16 Juli 2007.

Inilah kesibukan selama masa liburan kali ini, biasanya kami sekeluarga liburan pergi ke luar kota, kali ini terpaksa tidak ke mana-mana demi urusan nyari SMAN untuk putri pertamaku. Memang akhirnya apa yang diingini bisa tercapai, namun ini hanyalah salah satu tonggak dari sebuah perjalanan yang masih panjang. Karena di SMA N 81 sejak kelas X, Adhika harus berjuang lagi untuk nantinya selalu masuk peringkat dengan harapan bisa dapat jalur PMDK untuk ke Perguruan Tinggi Negri [PTN]. Sebagai penyemangat, tahun 2007 ini ada 160 siswa SMAN 81 yang diterima di PTN terbaik di Indonesia lewat jalur PMDK.

Saturday, July 07, 2007

Sujud Syukur

Tanggal 23 Juni 2006 yang lalu adalah hari yang membuat perasaan saya dan istri menjadi tak menentu. Pagi hari, saat kami harus menghadiri rapat di sekolah putri pertama kami, Adhika, begitu mendebarkan dan membuat jantung deg-degan. Pasalnya, pertemuan tsb. adalah saatnya pengumuman hasil kelulusan siswa kelas IX di SMP Putra 1 Jakarta Timur. Sebenarnya kalau masalah lulus Ujian Akhir Nasional sih kami sangat yakin, putri kami yang selalu 10 besar di kelasnya, kan lumayan siap menghadapinya.

Namun yang menjadi masalah adalah berapa Nilai Ebtanas Murni [NEM] yang bisa diperolehnya. Karena NEM ini saat ini menjadi penentu [kartu AS] untuk bisa masuk ke SMUN papan atas Jakarta. Hampir semua SMUN Jakarta [SMUN 8, SMUN 70, SMUN 28, SMUN 47, SMUN 78, SMUN 61, SMUN 81], NEM terkecil tahun lalu sekitar 28. Ini kan berarti NEM Adhika harus lebih dari 28. Padahal putri kami ini kepinginnya hanya sekolah di SMUN 8 or SMUN 81, di luar kedua sekolah tsb dia nggak mau. Nah lho. Sementara dia belum punya cadangan sekolah swasta. Sebenarnya bulan April kemarin, sudah diterima di SMA Labschool Rawamangun, tapi nggak diambil.

Memang Adhika sudah ikutan test di kelas Internasional SMUN 81, namun belum selesai dan belum tahu apakah nantinya bisa diterima, mengingat saingannya juga cukup banyak. Sebagai orang tua sebenarnya berat juga kalau harus menyekolahkan di kelas internasional ini. Maklum sebagai karyawan menengah sekaligus pengusaha pemula, uang sekolah per tahun sekitar Rp 25,500,000 [belum termasuk untuk ujian semesteran] jelas bukan jumlah yang kecil. Tapi yang namanya keinginan anak, kami berdua sebagai orang tua ya harus mengiyakan saja.

Begitulah latar belakang tak menentunya perasaan saya dan istri. Rapat di sekolah sampailah pada giliran mengumumkan tentang 20 siswa kelas IX SMP Putra yang memperoleh nilai 10 pada mata pelajaran Matematika. Surprise! Adhika disebut menjadi salah satu dari ke-20 anak tersebut. Puji syukur Alhamdulillah, ya Allah Engkau kabulkan salah satu doaku selama ini. Agak lega rasanya. Setidaknya, kalau sudah ada angka 10 ada harapan NEM-nya lumayan bagus. Surprise lagi! Adhika juga disebut namanya masuk 10 besar perolehan nilai bahasa Inggris tertinggi di SMP Putra 1. Puji syukur Alhamdulillah lagi, ya Allah lagi-lagi Engkau kabulkan salah satu doaku selama ini. Meskipun tidak termasuk 10 besar perolehan nilai tertinggi Bahasa Indonesia, namun saya yakin NEM putriku bisa melewati 28. Rasa deg-degan pun berangsur berubah gembira.

Ternyata benar, setelah dibagikan amplop kelulusan, Adhika berhasil meraih NEM 29 [Mat. 10, Bhs Ingg. 9,80, dan Bhs Indo. 9,20]. Di SMP Putra 1 ia memperoleh ranking 4. Bagi saya dan istri, perolehan ranking ini nggak jadi masalah. Yang penting, pintu untuk masuk ke SMUN yang dicita-citakan terbuka lebar. Amin.

That is a miracle happen? Apakah The Law Attractor terjadi. Saya memang sempat berpikir seperti itu. Namun setelah saya renungkan dan mengkilas balik perjalanan putri pertama saya ini sejak lulus SD, jawabannya adalah tidak. Karena apa yang terjadi saat ini memang pernah saya rencanakan dan bayangkan 3,5 tahun yang lalu, sebelum tamat SD. Saat itu saya sudah mulai memikirkan sebaiknya ke sekolah mana [SMP & SMA] Adhika nantinya. Maklum, sewaktu SD kan sekolahnya di Bekasi, yang kalau mau sekolah SMP Jakarta hanya dijatah 5 %. Mulailah survey SMP & SMA Negeri dan Swasta terbaik yang adanya radius 6-10 km dari rumah saya Pondok Gede. Hasil survey kecil-kecilan ini meyakinkan saya beberapa sekolah terbaik yaitu SMP N 128, SMP Putra 1, SMUN 61, dan SMUN 81.

Akhirnya, setelah di SMP Putra 1 diterima, dibayar langsung saat itu juga [maklum kalau sekolahan swasta yang bagus kan mau dinomor duakan]. Eh ternyata, di SMP 128 pun juga diterima meskipun jatah 5%, berarti kan hasil test-nya bagus. Tapi ya begitulah mana mungkin uang 6,5 jt yang sudah dibayar dibiarkan hangus begitu saja? Akhirnya dengan mantap Adhika saya putuskan untuk sekolah di SMP Putra 1, meskipun dia kepingin bareng temen-temennya SD. Pertimbangan saya saat itu, SMP Putra 1 kan deket sama SMAN 81 & SMAN 61, 2 SMA unggulan Jakarta. Siapa tahu kalau diberlakukan rayonisasi sudah aman duluan. Pertimbangan lain, dari data SMP Putra 1, lulusannya setiap tahun sekitar 35% diterima di SMAN unggulan Jakarta [SMAN 8, SMAN 81, SMAN 61, LAbSchool, SMA Taruna Nusantara Magelang, SMA 14, SMA 54, dll.]. Saya hanya berpesan agar Adhika bisa masuk 10 besar di kelas, biar aman nantinya tatkala cari SMA.

Seiring berjalannya waktu, memang Adhika berhasil masuk 10 besar terus di kelasnya, padahal kelasnya kan kelas unggulan [di SMP Putra 1, yang pinter2 memang digabung menjadi 1 kelas, untuk persiapan kelas akselerasi tadinya]. Jadi kalau saat ini ia lulus dengan NEM yang bagus sebenarnya memang sudah selayaknya, sebagai hasil perjuangannya selama di SMP Putra 1. Jadi apa yang kita pikirkan 3,5 tahun yang lalu, it is work and well done. Jadi jangan takut dengan apa yang kita inginkan, kalau kita niat pasti ada jalan untuk mewujudkannya.

Thursday, July 05, 2007

Apa sih yang nggak bisa dijual?

Tadi pagi sambil berangkat ‘ngantor’, saya iseng mampir ke bursa barang loak di Jatinegara Timur, setelah lebih dari 3 bulan tidak saya kunjungi. Ritual ‘ngobok-ngobok’ barang bekas di bursa loak Jatinegara ini sudah lebih dari 4 tahun saya jalani, 2 kali seminggu, selain juga Jl. Surabaya, dan Poncol. Biasanya waktu yang saya habiskan untuk kegiatan ini bisa sampai 2 jam. Karena begitu nemu barang bekas yang bisa saya koleksi, rasanya dapat keasyikan tersendiri.

Kebetulan salah satu hobi saya adalah menjadi pemulung barang bekas. Kalau pak Glen Sompie pemulung ilmu, saya pemulung beneran. Dari SMP kalau main ke rumah temen pasti sekalian hunting [biasanya perangko, korek api, buku bacaan, majalah dan bahkan barang bekas yang ada di gudangnya juga sering saya sasar].

Saat ini saya menyimpan koleksi jam dinding lonceng antik, jam beker, jam tangan otomatis & puteran, mainan dari kaleng [tin toys], komik, cerita silat kho ping ho, korek api Zippo [walaupun saya tidak merokok], perangko, uang kuno, rokok kretek merk local apa saja, patung, lukisan, lampu antik, dan apa aja yang kebetulan saya lihat & suka pasti saya coba tawar dan kalau cocok saya beli. [Mimpi saya, di hari tua nanti punya rumah makan yang merangkap gallery seni, barang antic, dan barang koleksi].

Sebenarnya ini merupakan salah satu peluang bisnis yang cukup bagus dan pemainnya juga belum banyak. Pernah waktu saya dapat jam beker saku buatan Jerman dalam kondisi jalan, taksiran saya buatan tahun 1960-an teman saya berani beli Rp 150,000 karena mengingatkan kepada mendiang kakeknya. Padahal barang tersebut saya peroleh hanya dengan Rp 20,000. Tapi karena saya sendiri menyukainya dan termasuk langka [belum tentu nemu lagi] ya nggak saya lepas. Kecuali jam beker manual bikinan China tahun 1970-an, kalau saya sudah punya 2 item yang sama, kalau pas ada temen kantor yang mau saya lepas Rp 30,000 [yang model begini saya beli cuma Rp 12,000 an]. Pernah juga nemu jam dinding Junghans antik [Rp 700,000], ditawar tamu saya Rp 1,500,000.

Dalam sharing kali ini, saya bukan mau cerita temuan-temuan barang koleksi [meskipun ini menarik buat saya], tapi saya coba ceritakan apa yang saya bisa pelajari dari pasar loak ini.

Don’t worry …apa aja bisa dijual kok

Bagi temen-temen yang kepingin dapat wawasan baru sector barang bekas, sebaiknya sekali-sekali observasi ke tempat bursa loak seperti ini. Kalau kita amati secara seksama, ternyata barang apa saja dan bahkan sudah bekas pun bisa dijual di sini. Mulai dari jam bekas, monitor bekas, spion mobil, lampu, buku, lukisan, dsb.

Uniknya, yang namanya pembeli itu ternyata ya ada aja. Rejeki dari Allah SWT yang unlimited pun ternyata bisa dijemput oleh para praktisi barang loak ini. Salah satu kios langganan barang antik saya, malah ketiga anaknya kuliah semua.

Jadi kalau barang bekas bisa menjadi sumber rejeki, berarti kan barang yang baru seharusnya lebih PeDe untuk dijual dan menjadi sumber rejeki. Yakinkan diri sendiri bahwa kalau kita niat apa saja bisa jadi duit.

Spirit dan alur bisnisnya

Yang juga menarik untuk diamati adalah spirit ‘jualannya’. Begitu kita memasuki kawasan ini, langsung terasa atmosphere suasana pasarnya yaitu bertemunya ‘demand’ dan ‘supply’. Ramai sekali, apalagi kalau masih pagi jam 7-an di mana barang baru datang dan digelar. Hampir semua lapak pasti banyak yang merubunginya. Buat saya ini menarik sekali.

Masing-masing lapak ternyata punya pemasok sendiri-sendiri. Pemasok ini datang dengan barang segerobak yang isinya bisa segala macam dan biasanya langsung minta diborong ‘gelondongan’ ke lapak langganannya. Saat baru diborong dan baru dipilah-pilah inilah saat yang tepat untuk mencari barang yang ‘layak’ beli [saya sering dapat jam saku ataupun jam beker masih bagus dan murah]. Kalau ketemu ya langsung dibeli aja. Dealnya lebih gampang dan cepat karena pemilik lapak juga kepinginnya modal yang digunakan untuk memborong tadi harus cepat kembali.

Kalau barang tadi sudah dipilah-pilah, dan pemilik lapak sudah menaksir, mengamati, dan mengutak-atik ternyata barang tersebut ‘layak’ dan nggak ada yang rusak, harganya akan lebih mahal. Apalagi kalau sudah di atas jam 10-an, saat lapak harus hengkang dari jalanan, biasanya barang-barang yang ada akan dijual borongan juga ke pemilik kios permanent, harga barang pun jatuhnya akan lebih mahal lagi. Jam beker lipat [made in German] yang kalau di lapak cuma Rp 15,000, di kios naik pangkat menjadi Rp 35,000 hingga 50,000.

Spesialisasi

Beda dengan para lapak-ers yang jualannya campur aduk, kalau diamati para pemilik kios lebih mengarah ke spesialisasi. Jadi ada kios khusus yang jual HP bekas & aksesorisnya, kios buku & majalah, kios barang antik, kios jam, kios computer & macem-macemnya, kios jaket, dsb. Yang model begini cukup memudahkan bagi pembeli yang hendak mencari sesuatu barang. Tetapi hati-hati yang sering, barang yang dijual juga sudah hasil kanibalisai. Tapi so what? Kalau emang barang yang dicari penting banget buat kita.

Saya pernah cari spion Mitshubishi Kuda yang pecah disenggol angkot, tapi nggak ada. Karena yang banyak justru spion Kijang & Carry. Akhirnya saya ditunjukkan tempat orang yang bisa ‘mengakalinya’ nggak jauh dari situ. Jadi dicarikan kaca spion yang lebih lebar lalu dipotong dibentuk persis aslinya punya Kuda, lalu dipasang ke dudukannya, hasilnya rapi banget dan nyaris sempurna. Biayanya Cuma Rp 40,000. Bayangkan kalau mesti beli baru yang sekitar Rp 400,000 an sebelah dan harus beli sepasang. Tukang spion ini juga cerita, bahwa dia sering di-order oleh bengkel-bengkel mobil sekitar Kampung Melayu untuk ngakali spion, yang mana bengkel akan nge-charge pemilik mobil Rp 150,000 –an.

Pengetahuan terhadap barang yg dijual

Berbeda dengan mereka yang ngelapak, para pemilik kios biasanya lebih pintar dan tahu akan nilai barang yang dijualnya. Itu yang membuat barang-barang di kiosnya jadi lebih mahal harganya Barang seperti jam beker atau jam saku, harga akan berbeda antara jam buatan jerman dengan buatan jepang atau china. Tahun pembuatannya juga bisa mempengaruhi harga, tahun yang lebih kuno dengan kondisi bagus, pasti sulit untuk ditawar.

Begitu juga untuk buku bacaan Kho Ping Ho, Winnetou-nya Karl May kalau masih komplit dan serinya yang nggak ada di toko buku saat ini pasti mahal. Komik Trigan, komik silat karangan Teguh & Yan Mintaraga juga harganya lebih mahal dibanding komik lainnya. Koleksi yang seperti ini juga susah didapat, belum tentu setiap kali ke sana bisa ketemu. Makanya kalau pas ada, asal harganya masuk akal biasanya saya beli.

Pelajaran yang bisa dipetik, kalau kita jualan apapun, kita mesti tahu positioning produk kita, serta positioning para competitor. Setidaknya kita juga harus bisa menjelaskan apa kelebihan barang kita dibanding milik competitor kita. Bagaimana harga kita dibanding competitor, dan masih banyak lagi. Jadi secara sadar saya pribadi harus lebih banyak belajar lagi di jagad bisnis yang saya tekuni saat ini.

Begitulah cerita hobi saya sebagai pemulung, mudah-mudahan nggak ada yang menirunya, hehehe… Sebenarnya masih banyak yang kepingin disharing di sini tapi mengingat keterbatasan ruang & waktu milik saya, lain kali akan saya lanjutkan.

Wednesday, July 04, 2007

Calon Jatim 1 di mata saya

Akhirnya, Prof. Dr. Hermawan Sulistyo [pengamat politik] atau yang lebih dikenal sebagai Kiki Haryodo, yang juga asli Madiun [PG Soedhono, Geneng] maju untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Timur periode mendatang [2008-2013].

Buat saya ini jelas berita yang menggembirakan dan patut untuk diberi dukungan sepenuhnya. Karena saya tahu persis siapa calon yang satu ini. Mas Kiki ini memang punya niat & nyali kuat untuk mendobrak system yang selama ini sudah terstruktur dan mengkristal, demi perbaikan & perubahan masyarakat Jawa Timur yang madani [hidup sejahtera].

Selain cita-cita menyejahterakan rakyat [mimpi besarnya], saya yakin bila Jawa Timur dipimpin oleh mantan aktivis mahasiswa yang sekarang jadi peneliti LIPI ini, pendidikan akan lebih maju, akan banyak beasiswa ke LN untuk para lulusan SMA. Karena banyak akses yang dimiliki dengan berbagai perguruan tinggi di LN, yang kalau di click [kayak computer aja] akan mau bekerja sama memberi kesempatan beasiswa kepada putra-putri terbaik Jatim. Semoga.

Memang saya dan mas Kiki punya kedekatan emosional, karena saya memang pernah jadi ‘cantrik’ dan magang di ‘padepokannya’ selama 5 tahun. Dan jujur saja, saya banyak belajar segala hal tentang kehidupan dari tokoh yang satu ini. Tapi bukan berarti ini yang menjadikan saya memberi dukungan kepadanya untuk Jatim 1. Tapi lebih karena kakak & guru saya ini memang yang paling pas & cocok saat ini untuk menjadi ujung tombak bangkitnya Jatim di percaturan dunia. Ingat dunia lho!

Saya berani mempromosikan calon Gubernur Jatim yang satu ini, berangkat dari pertemuan kita yang intens, seminggu sekali tatkala diminta membantu menyusun konsep besar komunikasi & publikasi selama masa kampanye. Sebagai praktisi di bidang periklanan, saya juga punya komitmen untuk bicara kebenaran & apa adanya tentang calon yang satu ini. Jadi ketika paparan mimpi besarnya untuk Jawa Timur click dengan logika berpikir saya yang juga mendambakan pemberdayaan masyarakat, saya pun siap membantu ‘habis-habisan’ untuk bagian keahlian saya.

So, kalau Anda semua mendambakan masa depan Jatim yang lebih baik, marilah kita bergabung merapatkan barisan mendukung sebisanya calon yang bukan berasal dari birokrat dan bekas pejabat, bukan aktivis partai politik tapi mantan aktivis mahasiswa, yang juga peneliti. Bukan tipe orang yang bakal nyari kekayaan, karena saat ini pun beliau sudah kaya dan popular, kalau mau jadi menteri dari kapan-kapan juga pasti bisa. Apalagi kalau kepingin lebih kaya, banyak universitas di LN yang kepingin beliau ini bergabung jadi professor tamu di kampusnya [apa nggak enak hidup di LN gaji ribuan dolar].

Tuesday, July 03, 2007

Cerita International Class

Sejak Jumat, 29 Juni 2007 yang lalu, aku ambil cuti dari pekerjaan kantor yang sebenarnya juga ‘menumpuk’. Yah, mau nggak mau karena hari itu mesti datang ke SMA N 81 Jakarta untuk memenuhi undangan International Class SMA N 81. Kebetulan putri pertamaku ikut test di program tersebut.

Jadi ingat tatkala aku lulus SMP di Madiun dulu, kayaknya untuk cari SMA aku pergi sendiri dan mandaftarkan diri sendiri. Di mana akhirnya aku diterima di SMA N 1 Madiun, tidak sekalipun orang tua ikut repot. Serasa jaman dulu kok segalanya gampang aja ya…

Beda banget sama saat ini, pengumuman kelulusan anakku dari SMP, orang tua lah yang harus datang, daftar ke SMA labs school orang tua juga yang mesti repot. Saat daftar ke International School SMA N 81 Jakarta memang putriku daftar sendiri bareng temen-temennya. Eh nggak tahunya ada yang namanya proses pihak SMA N 81 harus wawancara dengan orang tua calon siswa International Class.

Yang menarik, saat wawancara aku lebih banyak mewawancarai kepala sekolahnya disbanding sebaliknya. Maklum aja sebagai mantan wartawan aku kan mesti tetap kritis menyikapi trend sekolah yang menciptakan program International Class ini.

Pertama, aku bertanya masalah objective International Class itu sendiri, jawabannya hanya berputar di masalah kepentingan pihak sekolah untuk memberikan alternative bagi siswa yang nantinya kepingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi di LN seperti Australia, Singapura, Malaysia, dsb. Karena lulusan International Class ini bakal dapat 2 sertifikat, dari Indonesia dan dari Cambridge [Inggris]. Kesimpulanku, kalau Cuma mau kuliah di dalam negeri ya jadinya mubazir.

Kedua, apakah program ini mendapat subsidi dari pemerintah, jawabannya dapat block grand, kalau nggak dapat block grand kan bayarnya bisa lebih mahal lagi. Lalu aku Tanya lagi apakah nantinya bagi siswa yang berprestasi akan ada beasiswa? Dijawab oleh kepala sekolah bahwa untuk International Class ini sama sekali tidak ada beasiswa. Karena program ini selebihnya dibebankan ke orang tua murid. Jatuhnya untuk tahun pertama sekitar 20 jt-an ditambah uang masuk SMAN 81 nanti [bisa sekitar 6 jt-an]. Tahun kedua 20 jt-an per tahun, tahun ke-3 20 jt-an lagi. Uang segini konon untuk fasilitas seperti 1 laptop untuk 3 siswa, akses internet, ruang AC, projector, dsb. Tapi saat aku minta riciannya yang detil, nggak bisa diperlihatkan karena ini confidential sifatnya. Nah lho.

Ketiga, aku tanya lagi bentuk kerja sama dengan pihak Cambridge itu seperti apa? Ternyata hanya sebatas kurikulum, standard 5 pelajaran [Math, Fisika, Biologi, Kimia & Bhs Inggris] berasal dari sana termasuk buku & soal ujian. Ini pun saat ujian harus bayar lagi kurang lebih kalau dirupiahkan saat ini 1 jt per mata pelajaran. Tatkala aku kejar dengan pertanyaan yang lebih jauh apakah lulusan terbaik bisa langsung bisa dapat beasiswa dari Cambridge, ternyata TIDAK. Nah lho.

Dan masih banyak lagi yang aku tanyakan seputar program International Class ini. Termasuk ke depannya akan seperti apa. Namun jawaban yang kudapat ‘ngambang’ dan diplomatis semua sifatnya. Maklum lah karena baru berjalan 2 tahun, jadi belum terbukti seperti apa nantinya. Ini kan berarti masih ‘percobaan’. Kok saying ya kalau anakku jadi korban percobaan para pendidik yang punya ‘mimpi’ nggak jelas.

Pihak SMA N 81 hanya menanyakan tentang komitmen orang tua untuk masalah pendanaannya, serta kesanggupannya melakukan pembayaran tanggal 2 & 3 Juli 2007 [saat usai pengumuman penerimaan siswa baru kelas internasional ini].

Setelah mempertimbangkan benefit yang diperoleh dibandingkan dengan dana yang harus keluar selama 3 tahun [bisa sampai 70jt-an], akhirnya saat itu aku putuskan untuk menulis pernyataan bahwa aku keberatan dengan dana yang harus dibayarkan. Kecuali bila nantinya ada beasiswa atau benefit lain yang bisa didapat, aku akan fight untuk membayar segitu.

Sesampainya di rumah, aku khabarkan ke putrid tersayang, bahwa sepertinya nggak bakal diterima di International School tsb. sembari aku jelaskan isi acara wawancara tadi.

Eh, ternyata saat tanggal 2 Juli 2007, pengumuman digelar, anakku termasuk yang diterima [hasil testnya bagus kali ye?] Tanggal itu juga aku datang lagi ke SMA N 81, lalu melapor diri bahwa kalau tidak ada keringanan pembayaran, potongan, ataupun beasiswa, aku tidak akan ambil International Class tsb. untuk anakku. Dan masih dijawab tidak ada itu semua. Akhirnya, aku bilang bahwa anakku terpaksa ‘mundur’ dari program tsb. Lalu aku diminta buat pernyataan tertulis, saat itu juga aku buat.

Besoknya, 3 Juli 2007, pihak SMAN 81 International Class, menelpon lagi ke rumah dan menanyakan apakah jadi masuk atau tidak? Nah lho gimana sih ini? Kan aku sudah menyatakan untuk mengundurkan diri. Bingung kan…

Inilah pengalaman aku terlibat sama urusan anak nyari sekolah, yang dulu jaman aku lulus SMP kok bisa aku atasi sendiri. Tapi jaman gini kok malah ribet…

Sunday, July 01, 2007

Belajar bisnis? Penting nggak sih?

Kalau pertanyaan di atas ditujukan untuk saya, dengan tegas saya akan menjawab : penting! Memangnya untuk terjun di dunia bisnis kita harus belajar? Jelas ya!
Di jaman yang serba sulit ini ditambah situasi perekonomian yang tidak menentu ini, siapa saja harus selalu cepat dan tanggap dengan adanya perubahan yang terjadi di sekitar kita. Artinya, kita harus selalu meng-up date semua pengetahuan kita sesuai perkembangan dunia yang paling terkini. Manusia di era terkini harus tahu lebih banyak dan tidak boleh ketinggalan dalam segala hal, termasuk mengenai kewirausahaan.

Dunia kita cepat berubah
Lihat saja akibat cepatnya perubahan yang terjadi di bidang ekonomi yang berdampak krisis ekonomi berkepanjangan, serta adanya kenaikan BBM yang kemudian diikuti dengan kenaikan lain-lain, tiba-tiba segalanya termasuk kehidupan menjadi terasa menjadi sulit. Harga-harga kebutuhan pokok menjadi naik [saat ini pun yang namanya beras & minyak goreng harganya berubah terus] yang mengakibatkan daya beli masyarakat juga menurun drastis. Semua orang [yang waras] akhirnya mau tidak mau harus merubah pola pikirnya di bidang keuangan untuk mensiasati kesulitan ekonomi yang dialaminya. Karena 'rasa aman' secara ekonomi tiba-tiba menjadi 'tidak aman' lagi. Penghasilan yang tadinya cukup untuk menutupi kebutuhan hidup, tiba-tiba menjadi tidak cukup lagi, sehingga semua orang harus memutar otak untuk bisa mengatasi masalah ekonominya.

Beruntunglah bagi sebagian mereka yang mau 'berubah', dalam arti merubah gaya hidupnya, melakukan penghematan, menekan pengeluaran, yang tadinya merokok lalu berhenti merokok, yang tadinya naik mobil ke kantor berpindah ke busway dan bahkan naik sepedamotor, dsb. Setidaknya, mereka yang mau berubah masih dapat bertahan dan survive dalam menghadapi era perubahan tsb.

Berbahagialah pula mereka yang juga berani ‘berubah’ mengkritisi zona nyaman untuk take action memulai bisnis sendiri. Logikanya di saat perekonomian sedang sulit memulai usaha dan berhasil maju, bayangkan nantinya tatkala situasi ekonomi membaik, saya yakin pasti wess… wess… melajulah mereka di deretan terdepan. bisnis,banyak orang yg tidak mempelajari ilmu tentang bisnis akibatnya banyak pada saat ingin merintis suatu usaha sudah bingung duluan,mau bisnis apa ya?.mau dagang apa ya?dagang ini sudah banyak buka usaha itu tempatnya gak strategi.. dsb.

Daripada kebingungan mau mulai dari mana, harusnya kita sadar dan mengerti bahwa untuk membuka usaha/bisnis mesti ada ilmunya, cari tahu lah lebih dulu ilmunya baru kita bisa mencoba untuk buka usaha.Oleh karena itu, saya anjurkan lebih baik belajar memulai usaha. Bila perlu minta dibimbing oleh orang yang memiliki pengalaman dan mengerti kewirausahaan supaya kita bisa sukses.

Nah, kenapa kebanyakan dari kita orang jarang mau merintis usaha? Sepertinya dikarenakan tidak punya kemauan yang keras untuk membangun usaha. Sebab untuk merintis usaha sendiri itu memang tidak semudah membalik telapak tangan. Diperlukan adanya pengetahuan tentang bisnis dan keteguhan hati serta terus berpikir mencari jalan yang terbaik dan positif guna mengembangkan bisnisnya itu.
Faktanya, orang yang penghasilannya di atas rata-rata atau bahkan bisa kaya raya mereka kebanyakan berasal dari kalangan pebisnis/mereka yang memiliki suatu usaha tertentu.Rubahlah mindset
Bila Anda masih karyawan seperti saya, mulailah merubah mindset atau pola pikir kita terlebih dahulu. Tanyakan pada diri sendiri, apakah kita harus jadi karyawan seumur hidup? Penghasilan sebagai karyawan sudahkah memberi jaminan untuk masa depan kita? Sebagai karyawan berpikirlah bila seandainya tiba-tiba kita terkena PHK, apa yang bisa kita lakukan? Dsb.

Tidak ada salahnya untuk mencuci otak kita seperti itu agar mulai memikirkan dan merencanakan untuk Take Action dan berjuang untuk memiliki usaha sendiri. Mulailah membuka diri untuk belajar usaha dan memperbanyak wawasan di bidang UKM. Perbanyak membaca berita-berita bisnis, buku-buku wirausaha yang saat ini bisa dengan begitu mudah ditemukan. Cobalah untuk bergabung dengan orang-orang yang sudah mulai terjun di dunia usaha. Cari tahu bagaimana kisah-kisah sukses mereka, karena semua kesuksesan itu pasti ada jejaknya. Sulit memang untuk mempraktekkannya. Apalagi kalau kita selama ini sudah merasa hidup nyaman di zona yang aman. Tapi dengan tekad yang kuat dan segera take action pasti akan ada cara dan jalan untuk mewujudkannya. Percayalah, semua pasti bisa! Karena saya telah mempraktekkannya.

Kalau dikaji lebih jauh, keberanian untuk memulai usaha atau take action itu ternyata dasarnya bersumber dari keinginan untuk berani merubah mindset kita terlebih dulu. Pegang komitmen kita untuk selalu harus berubah, jangan selalu puas dengan apa yang kita capai maupun kemapanan yang menyesatkan. Karena bila terlalu lama kita menikmati hidup di zona aman, akan semakin lama dan sulit untuk mengantisipasi adanya perubahan di sekitar kita. Akan semakin sulit pula untuk berubah. Sebaiknya segera rubahlah pola pikir Anda, dan tancapkan keberanian untuk take action dan memulai merintis usaha sendiri. Dengan mencoba memulai usaha sekecil apapun akan membawa kebaikan di masa mendatang. Karena perjalanan 1000 langkah selalu harus diawali dengan langkah pertama.