Sejak Jumat, 29 Juni 2007 yang lalu, aku ambil cuti dari pekerjaan kantor yang sebenarnya juga ‘menumpuk’. Yah, mau nggak mau karena hari itu mesti datang ke SMA N 81 Jakarta untuk memenuhi undangan International Class SMA N 81. Kebetulan putri pertamaku ikut test di program tersebut.
Jadi ingat tatkala aku lulus SMP di Madiun dulu, kayaknya untuk cari SMA aku pergi sendiri dan mandaftarkan diri sendiri. Di mana akhirnya aku diterima di SMA N 1 Madiun, tidak sekalipun orang tua ikut repot. Serasa jaman dulu kok segalanya gampang aja ya…
Beda banget sama saat ini, pengumuman kelulusan anakku dari SMP, orang tua lah yang harus datang, daftar ke SMA labs school orang tua juga yang mesti repot. Saat daftar ke International School SMA N 81 Jakarta memang putriku daftar sendiri bareng temen-temennya. Eh nggak tahunya ada yang namanya proses pihak SMA N 81 harus wawancara dengan orang tua calon siswa International Class.
Yang menarik, saat wawancara aku lebih banyak mewawancarai kepala sekolahnya disbanding sebaliknya. Maklum aja sebagai mantan wartawan aku kan mesti tetap kritis menyikapi trend sekolah yang menciptakan program International Class ini.
Pertama, aku bertanya masalah objective International Class itu sendiri, jawabannya hanya berputar di masalah kepentingan pihak sekolah untuk memberikan alternative bagi siswa yang nantinya kepingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi di LN seperti Australia, Singapura, Malaysia, dsb. Karena lulusan International Class ini bakal dapat 2 sertifikat, dari Indonesia dan dari Cambridge [Inggris]. Kesimpulanku, kalau Cuma mau kuliah di dalam negeri ya jadinya mubazir.
Kedua, apakah program ini mendapat subsidi dari pemerintah, jawabannya dapat block grand, kalau nggak dapat block grand kan bayarnya bisa lebih mahal lagi. Lalu aku Tanya lagi apakah nantinya bagi siswa yang berprestasi akan ada beasiswa? Dijawab oleh kepala sekolah bahwa untuk International Class ini sama sekali tidak ada beasiswa. Karena program ini selebihnya dibebankan ke orang tua murid. Jatuhnya untuk tahun pertama sekitar 20 jt-an ditambah uang masuk SMAN 81 nanti [bisa sekitar 6 jt-an]. Tahun kedua 20 jt-an per tahun, tahun ke-3 20 jt-an lagi. Uang segini konon untuk fasilitas seperti 1 laptop untuk 3 siswa, akses internet, ruang AC, projector, dsb. Tapi saat aku minta riciannya yang detil, nggak bisa diperlihatkan karena ini confidential sifatnya. Nah lho.
Ketiga, aku tanya lagi bentuk kerja sama dengan pihak Cambridge itu seperti apa? Ternyata hanya sebatas kurikulum, standard 5 pelajaran [Math, Fisika, Biologi, Kimia & Bhs Inggris] berasal dari sana termasuk buku & soal ujian. Ini pun saat ujian harus bayar lagi kurang lebih kalau dirupiahkan saat ini 1 jt per mata pelajaran. Tatkala aku kejar dengan pertanyaan yang lebih jauh apakah lulusan terbaik bisa langsung bisa dapat beasiswa dari Cambridge, ternyata TIDAK. Nah lho.
Dan masih banyak lagi yang aku tanyakan seputar program International Class ini. Termasuk ke depannya akan seperti apa. Namun jawaban yang kudapat ‘ngambang’ dan diplomatis semua sifatnya. Maklum lah karena baru berjalan 2 tahun, jadi belum terbukti seperti apa nantinya. Ini kan berarti masih ‘percobaan’. Kok saying ya kalau anakku jadi korban percobaan para pendidik yang punya ‘mimpi’ nggak jelas.
Pihak SMA N 81 hanya menanyakan tentang komitmen orang tua untuk masalah pendanaannya, serta kesanggupannya melakukan pembayaran tanggal 2 & 3 Juli 2007 [saat usai pengumuman penerimaan siswa baru kelas internasional ini].
Setelah mempertimbangkan benefit yang diperoleh dibandingkan dengan dana yang harus keluar selama 3 tahun [bisa sampai 70jt-an], akhirnya saat itu aku putuskan untuk menulis pernyataan bahwa aku keberatan dengan dana yang harus dibayarkan. Kecuali bila nantinya ada beasiswa atau benefit lain yang bisa didapat, aku akan fight untuk membayar segitu.
Sesampainya di rumah, aku khabarkan ke putrid tersayang, bahwa sepertinya nggak bakal diterima di International School tsb. sembari aku jelaskan isi acara wawancara tadi.
Eh, ternyata saat tanggal 2 Juli 2007, pengumuman digelar, anakku termasuk yang diterima [hasil testnya bagus kali ye?] Tanggal itu juga aku datang lagi ke SMA N 81, lalu melapor diri bahwa kalau tidak ada keringanan pembayaran, potongan, ataupun beasiswa, aku tidak akan ambil International Class tsb. untuk anakku. Dan masih dijawab tidak ada itu semua. Akhirnya, aku bilang bahwa anakku terpaksa ‘mundur’ dari program tsb. Lalu aku diminta buat pernyataan tertulis, saat itu juga aku buat.
Besoknya, 3 Juli 2007, pihak SMAN 81 International Class, menelpon lagi ke rumah dan menanyakan apakah jadi masuk atau tidak? Nah lho gimana sih ini? Kan aku sudah menyatakan untuk mengundurkan diri. Bingung kan…
Inilah pengalaman aku terlibat sama urusan anak nyari sekolah, yang dulu jaman aku lulus SMP kok bisa aku atasi sendiri. Tapi jaman gini kok malah ribet…
0 komentar:
Post a Comment
Silakan tinggalkan pesan Anda.