Friday, April 29, 2011

Pentingnya peka terhadap peringatan dini tubuh Anda




Allah telah menciptakan tubuh manusia begitu sempurna. Sebagai mana kita ketahui bersama, semua bagian dari tubuh manusia diciptakan memiliki manfaat masing-masing yang pada akhirnya menyatu secara keseluruhan menunjang mekanisme hidup manusia. Mulai yang tampak luar, dari ujung rambut hingga ujung kaki semua berfungsi untuk menunjang kehidupan. Belum lagi bagian dalam tubuh termasuk seluruh organ ‘jeroan’, semuanya memiliki fungsi masing-masing. Bahkan hingga bagian sel paling terkecil pun diciptakan memiliki fungsi yang tak kalah pentingnya.

Hebatnya lagi, saat bagian tubuh ada yang mengalami gangguan kesehatan, maka mekanisme alami dari tubuh akan secara otomatis mengirimkan sinyal peringatan dini. Misal ketika tubuh kurang air muncul rasa haus, ketika butuh makan sinyal tubuh mengirim sinyal berupa rasa lapar terkadang campur sedikit pusing di kepala. Saat tubuh kekurangan oksigen juga akan muncul sedikit pusing di belakang kepala, dsb. Peringatan dini dari tubuh inilah yang sebaiknya harus kita kenali dan respon secepatnya agar kondisi tubuh kita tetap bisa menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya alias kita tetap dalam kondisi prima & sehat.

Saya pernah mengalami sering pusing di pelipis yang muncul berulang secara berkesinambungan. Awalnya sich nggak begitu terasa sakitnya karena munculnya sebentar. Tapi lama kelamaan sakit kepalanya mulai terasa berat, dan intensitas munculnya juga semakin sering. Tadinya saya kira hanya sakit kepala biasa saja, lalu saya minum kopi beres. Selama sebulan begitu terus, tapi perlahan ketambahan dengan rahang atas kiri ikutan nyeri. Periksalah ke klinik gigi Angkatan Udara yang ada di Halim Perdanakusumah. Dicek semua gigi tidak ada yang retak dan bagus semua. Tapi tambah hari kok sakitnya dan pusingnya kian berat, kalau tadinya ‘ngopi’ bisa enakan, sekarang mesti minum obat-obat jenis pain killer [penahan rasa sakit].

Suatu malam saya mampir ke dokter gigi baru [cewek] di komplek saya, iseng mau cari second opinion. Begitu juga hasil diagnosenya, gigi saya dalam kondisi bagus semuanya. Saat ngobrol itulah ia nggak sengaja ngomong,
“Kena sinusitis kali pak? Coba aja konsultasi ke dokter THT.”
Sampai di rumah langsung saya googling, ketemulah gejala sakit seperti yang saya alami itu biasanya ‘sinusitis maksilaris’.

Besoknya, langsung periksa ke dokter ahli THT, begitu dimasuki kamera kecil lewat lubang hidung ketahuan kalau rongga sinus maksila [rongga pipi] kirinya ketutup nanah. Nanah pun coba disemprot. Treatment dari dokter, selama 2 minggu diobati antibiotik dosis tinggi dan pain killer. Memang selama diobati rasa nyeri di geraham atas & sakit kepala berangsur hilang. Tapi setelah obatnya habis, seminggu kemudian rasa sakit kepala di pelipis kiri & nyeri geraham kambuh lagi. Balik lagi ke dokter THT, diperiksa lagi, dan rongga sinusnya tertutup lagi.

Dokter pun memutuskan untuk ambil tindakan terakhir yaitu operasi. Besoknya disuruh rontgen. Hasil rontgen memperkuat dokter untuk tindakan operasi. Begitulah akhirnya, nginap 5 hari di RS untuk operasi sinusitis dan pemulihan. Dokter menunjukkan hasil sumbatan yang diambil dari rongga sinus tersebut ke saya, bentuknya seperti gumpalan batu karang. Sebenarnya kalau di awal mulai terasa pusing & geraham nyeri itu langsung ke THT, harusnya bisa disemprot terus diobati jadi nggak sampai mengeras seperti karang. Mungkin juga nggak perlu harus sampai operasi. Anyway, barangkali memang jalannya sudah harus begini. Makanya, penting sekali kita mengenali peringatan dini yang disampaikan oleh tubuh kita. Sering pusing harus segera diselidiki kira-kira penyebabnya apa. Kalau nggak ketemu ya mau nggak mau harus ke dokter.

Adik saya, ketahuan mengidap kanker colon atau usus besar juga ketika sudah terlambat [stadium 4] dan akhirnya harus operasi untuk dibuang usus besarnya, kemudian anusnya dipindah di perut dengan kantong pembuangan seperti dora emon. Ketika sering mengalami masalah sulit buang air besar [BAB] juga dianggapnya masalah sakit perut biasa, dan nggak pernah kepikir untuk memeriksakan ke dokter. Beberapa tahun kemudian ketika nggak bisa BAB sama sekali, terus di-endoskopi usus besarnya, ternyata telah tertutup oleh kanker ganas. Tindakan terakhir... ya harus dioperasi. Terus yang bikin repot dan nambah stress, kan harus terusan kemoterapi untuk mematikan sel kanker yang terlanjur menyebar. Tahun berikutnya, di buli-buli saluran kencingnya ditemukan benjolan tumor juga. Operasi lagi, saluran air seninya juga dipindah langsung ke perut dengan kantong juga. Kebayang kan bagaimana beratnya mengalami cobaan dari Allah SWT yang seperti ini?

Tetangga saya yang namanya pak Rudy adalah perokok berat namun begitu nampak sehat dan kuat fisiknya. Beliau jarang mengeluh sakit. Tetapi kurang peka terhadap sinyal atau peringatan dini yang disampaikan oleh tubuhnya. Kalau merasa sakit kepala atau kurang enak badannya biasanya minum kopi dan istirahat. Saya yakin ketika saat mulai mengidap kanker, pasti tubuhnya sudah mengirim sinyal atau peringatan dini. Tapi bisa jadi karena fisiknya yang kuat, jadinya tidak terasa atau malah mungkin nggak dirasakan. Dianggap wajar-wajar aja. Sampai suatu hari tiba-tiba terpeleset dan terjatuh di kamar mandi. Nah ketika di RS diperiksa penyebab hilangnya keseimbangan tubuhnya, barulah ketahuan kalau mengidap kanker paru-paru yang sudah stadium 4. Ironisnya, sejak dirawat di RS gara-gara jatuh di kamar mandi tsb., beliau nggak pulang lagi hingga sebulan kemudian meninggal dunia.

Itulah sebabnya, saya selalu berusaha untuk peka merasakan dan mencari tahu sinyal ataupun peringatan dini yang disampaikan oleh tubuh. Saat bangun tidur, sambil masih rebahan dan bersyukur ke hadirat Allah SWT, saya selalu mencoba merasakan seluruh bagian dari tubuh saya. Ada yang terasa aneh atau nggak biasa apa nggak? Saya coba fokuskan dan rasakan mulai ujung kaki hingga kepala. Sakit kepala kah? Telinga berdenging kah? Atau bagian mana saja yang terasa sakit atau pun pegal-pegal [lengan, kaki, pinggang, dll.] atau yang terasa nggak seperti biasanya.

Dan inilah beberapa sinyal tubuh yang ada pada tubuh saya yang berhasil saya kenali.
-Persendian sering terasa sakit seperti ditusuk-tusuk jarum, ternyata itu sinyal bahwa asam urat lagi tinggi.
-Sering kesemutan di bagian lengan dan kaki, terus sering pegal di dekat leher dan pundak, ternyata itu sinyal tubuh bahwa kolesterol saya sedang tinggi, jadinya darahnya kental & bikin gak lancar.
-Tenggorokan terasa sakit saat menelan makanan, ternyata ada luka di tenggorokan dan biasanya akan disusul dengan flu berat.
-Saat pinggang terasa sakit dan air seni kita berwarna coklat atau kuning gelap itu pertanda ginjal kita bekerja terlalu keras karena kita kekurangan air minum.

Sinyal tubuh atau pertanda dini yang disampaikan tubuh kita ternyata mempunyai arti yang khusus, namun sering kali kita tidak menyadarinya karena terlalu seringnya kita mengabaikan. Tentunya, dengan memahami sinyal yang diberikan oleh tubuh, kita dapat lebih peduli dengan kesehatan tubuh sedini mungkin juga.

Kenapa saya mengingatkan agar kita peka terhadap sinyal dari tubuh? Karena kecenderungannya mereka yang masih berada pada usia produktif, aktif, suka kerja keras [workaholic] seringkali mengabaikan peringatan dini dari tubuhnya. Misal, karena dikejar deadline, meski sudah ngantuk, pusing dan badannya lelah masih tetap memaksakan diri untuk bekerja keras. Tubuhnya di’dopping’ dengan suplemen energy. Sakit kepalanya diatasi sendiri dengan minum kopi atau bahkan minum obat sakit kepala. Kalau hal ini dilakukan sekali-sekali barangkali tidak berdampak pada kesehatan tubuh. Tapi kalau setiap hari, bisa jadi ada masanya akan jatuh sakit. Semoga sharing kali ini bermanfaat.

Friday, April 15, 2011

Yang ‘dimiskinkan’ justru yang bikin kaya




Kenapa iklan rokok di TV selalu tayangnya di atas pk. 21.00? Kenapa selalu iklan rokok yang tayang di TV dilarang untuk menampilkan bentuk kemasannya secara utuh? Kenapa dalam iklan rokok yang ditayangkan tidak boleh ada adegan orang yang asyik menikmati rokok? Kenapa juga iklan rokok di gambar terakhirnya selalu diwajibkan memuat himbauan tentang bahaya merokok? Banyak larangannya kan. Tapi coba cermati, semakin banyak larangan iklan rokok di TV justru semakin kreatif iklan rokok yang ditayangkan.

Kalau kita kritisi, berbagai regulasi yang dikenakan kepada iklan rokok sejatinya adalah salah satu usaha pemerintah untuk ‘sedikit’ mengurangi dampak negatif iklan rokok. Khususnya terhadap anak-anak di bawah umur. Pengandaiannya di atas jam segitu para bocah diharapkan sudah berangkat tidur. Padahal kan belum tentu juga. Kenapa dampak negatif tersebut hanya sedikit dikurangi, inilah ironisnya kebijakan di negri ini. Pemasukan dari cukai rokok yang besar terlanjur menjadi andalan untuk pemasukan sumber dana pemerintah. Ditambah lagi lobi yang sangat kuat dari para pemilik industri rokok nasional. Jadinya dampak negatif keseluruhan yang lebih besar ‘tertutupi’ dengan kepentingan politis ini.

Lalu, siapa sih para penikmat rokok di negeri ini? Fakta yang bisa dilihat sehari-hari, di negeri ini, tidak pernah ada batasan umur berapa boleh merokok, siapa saja bebas menikmatinya [di luar negeri 18 tahun ke atas baru boleh merokok]. Rokok pun bisa dibeli di mana saja dengan mudahnya, oleh mereka yang memerlukannya. Bahkan di Malang pernah ketahuan oleh media seorang balita yang sudah kecanduan rokok. Sudah biasa pula kita jumpai anak berseragam sekolah juga merokok. Para wanita masa kini yang juga tidak merasa sungkan untuk merokok di tempat umum seperti foodcourt , kafe atau pun ruang publik lainnya.

Entahlah, kebiasaan merokok kok sepertinya sudah begitu membudaya di kalangan masyarakat kita. Nggak percaya? Coba saja perhatikan, begitu keluar dari rumah,di jalan kita sudah dihadang oleh asap rokok para pejalan kaki. Di dalam angkutan umum, di mall, di kafe, di kantor, pokoknya di seluruh penjuru dan di setiap sudut manapun pasti kita temui para penikmat rokok.

Anehnya, meskipun harga sebungkus rokok relatif mahal harganya, para penikmat rokok ini selalu menganggarkan duitnya untuk membeli rokok, setelah kebutuhan utama akan makan & minum telah terpenuhi. Penting banget kan! Nggak percaya? Lihat saja para supir angkutan umum yang ibaratnya berpenghasilan harian yang tak menentu sekaligus pas-pasan, lebih mementingkan membeli sebungkus rokok ketimbang untuk biaya sekolah atau susu anaknya. Lebih besar penghasilan untuk membeli rokok dibanding untuk meningkatkan gizi keluarga ataupun peningkatan pendidikan. Makanya, masyarakat miskin seperti mereka menjadi semakin sulit keluar dari lingkaran setan kemiskinan.

Meskipun mereka tahu bahwa rokok bisa menyebabkan penyakit jantung, kanker paru-paru, stroke, cacat dsb. tetap saja tidak membuat para perokok takut ataupun jera lantas berhenti merokok. Dan kalau sudah menderita penyakit-penyakit tsb. akan lebih banyak lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan. Nah lho. Terus dari mana biaya untuk berobat tersebut? Untuk memenuhi kebutuhan utama akan makan dan minum saja susah. Emangnya kalau sudah sakit ada pengobatan gratis dari pemilik pabrik rokok? No way... lah!

Dan sebagian besar profil para perokok memang berasal dari generasi muda dan masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. Fakta inilah yang menarik untuk diungkapkan. Karena para perokok yang hakekatnya adalah menjadi korban yang ‘dimiskinkan’ oleh rokok, justru merekalah yang menjadikan ‘kaya’ para konglomerat pemilik pabrik rokok di negeri ini. Fakta yang ada, beberapa konglomerat terkaya di negeri ini kan sumber utama penghasilannya dari industri rokok yang dimilikinya.

Terus bagaimana peran pemerintah? Seperti yang telah disinggung di awal tulisan, keberpihakan pemerintah memang ada tapi hanya ‘setengah hati’. Hanya kepingin ‘sedikit’ saja mengurangi bahaya merokok untuk para balita dan anak-anak. Dan seperti yang sudah-sudah, sesuai hukum pasar bebas [ciri khas ekonomi Neo-Lib], rakyat Indonesia memang dilepas begitu saja untuk menjadi ‘konsumen’ yang baik bagi industri rokok nasional. Uruslah diri sendiri masing-masing. Kalau toh ada masyarakat yang tambah miskin ataupun ‘penyakitan’ gara-gara rokok ya tanggunglah sendiri resikonya. Kan di setiap kemasan rokok sudah ada peringatan akan bahaya merokok : MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGGUAN KEHAMILAN PADA JANIN.

Tuesday, April 12, 2011

Pemimpin yang amanah




Sulit memisahkan kegiatan Basket dengan anakku Wira. Sejak dipercaya oleh teman-temannya sebagai kapten di tim basket sekolahnya, anakku Wira benar-benar serius untuk menjalankan amanah tsb. Dia canangkan targetnya untuk bisa menjadi juara basket antar SMA se-DKI Jakarta. Hampir keseluruhan waktunya dihabiskan untuk latihan basket di sekolahnya dan di klubnya Roda Tama. Setiap hari pulang ke rumah rata-rata di atas pk. 21.00 malam. Begitulah kalau saya dan ibunya menasehati untuk mengurangi kegiatan basketnya, selalu dijawab bahwa obsesinya di Basket belum kesampaian jadi nggak mungkin untuk nyantai.

Dalam skala kecil, di tim basket SMA, inilah gambaran seorang calon pemimpin masa depan. Diam-diam saya bangga dengan keseriusan anakku Wira untuk menjalankan amanahnya sebagai kapten tim Basket di sekolahnya. Sebagai pemimpin yang diberi amanah memang sudah seharusnya untuk bertindak seperti yang diharapkan oleh semua orang yang memberikan amanah. Semua tenaga dan pikirannya dicurahkan agar tim yang dipimpinnya bisa meraih prestasi. Disiplin selalu untuk melaksanakan latihan bersama, berusaha keras untuk membangun kebersamaan & kekompakan timnya dan tegas terhadap anggota tim yang kurang tertib.

Begitulah, akhirnya saat ada kejuaraan basket antar SMA se-Jakarta Timur yang diselenggarakan UNJ, tim basket yang dipimpin Wira pun ikut berpartisipasi untuk berlaga. Setelah selama 3 minggu bertanding untuk penyisihan, akhirnya tim basket SMA-nya Wira berhasil melaju ke babak final. Dia pun minta bapaknya untuk mendoakan agar dalam pertandingannyafinal kali ini bisa menyabet juara.

Hasilnya, ketika malam hari Wira pulang dari pertandingan nampak tertunduk lesu sambil berjalan dengan langkah gontai, melapor kalau dia ‘gagal’ membawa timnya meraih juara alias cuma menjadi runner up saja. Lalu aku pun sambil memeluk menepuk bahunya bicara sejujurnya,
“Buat bapak, kamu lah juaranya, nak... Sebagai kapten kamu kan sudah berusaha maksimal untuk menjalankan amanah, tapi... ingat dalam kehidupan ini selalu ada ‘rahasia di balik rahasia’ yang kita sebagai manusia tak akan pernah mampu menguaknya...”.
Wira pun menimpali.
“Next time we will be better...”

Dalam hati saya sangat kagum dengan jiwa kepimimpinannya. Meskipun masih SMA, dan dalam sekala kecil, Wira begitu nampak kuat karakter kepimimpinannya saat menjalankan amanah yang dibebankan di pundaknya. Dari kacamata saya, Wira is better than beberapa pemimpin negeri ini atau pun para anggota DPR yang seharusnya menjalankan amanah yang dipercayakan kepadanya. Kita semua tahu bagaimana mereka-mereka itu Cuma asyik dengan diri sendiri dan partainya. Seolah lupa dengan tanggungjawabnya untuk mengurus rakyat yang kian terpuruk kehidupannya, malahan ‘ngeyel’ untuk membangun gedung yang bakal menyedot duit rakyat trilyunan rupiah. Malah belum lama ini ada seorang anggota dewan yang terhormat, yang diberi amanah oleh rakyat malah asyik sendiri menikmati situs porno saat sidang ‘pariporno’ berlangsung. Konyolnya,oknumnya justru yang berasal dari partai yang pernah saya kagumi jargon politiknya.

Kayaknya, mereka-mereka yang seperti ini yang perlu belajar kepimimpinan dari anak saya Wira. Wualah koq malah ngelantur...

Tak lupa saya mendoakan, semoga kelak bila sudah terjun di dalam kehidupan masa depannya Wira tetap bisa memegang prinsip & jiwa kepemimpinan yang amanah. Amin.

Sunday, April 10, 2011

‘Urip iku ming mampir ngombe’




Hari senin Shubuh 4 April yang lalu, ada masuk di HP saya SMS ucapan Selamat Milad dari beberapa teman dekat Ridho dari radio RKM, Royo, Yani, dll. Juga dari kakak-kakak saya dan famili dari istri yang kebetulan tahu tanggal kelahiran saya, terima kasih ya semuanya.

Ada juga SMS dari kedua anak saya yang memang sedang tidak tinggal serumah dengan saya. Selain memberikan kado yang diam-diam sudah dititipkan ke ibunya, anakku Wira yang sedang sekolah di Singapura seperti biasa hanya mengucapkan selamat UlTah dengan bahasa yang singkat & padat. Lain dengan anakku Adhika yang kost dekat kampus FE-UI Depok, selain mengucapkan Selamat Milad, ditambahi dengan harapannya agar Bapaknya lebih rajin beribadah. Nah, inilah yang terus menggelitik bathin saya hingga saat ini. Rupanya anak pertamaku ini begitu sadar banget bahwa ayahnya sudah mulai berangkat tua.

Nah gara-gara ucapan dan harapan di hari ‘penting’ dari Adhika ini maka tiba-tiba jadi kepingin sharing tentang umur manusia dan kehidupan dunia yang terasa singkat ini. Sekaligus mengingatkan diri pribadi dan Anda semua bahwa ternyata ‘waktu memang begitu cepat berlalu’, so jangan sampai kita terlena oleh waktu dan ternyata mendadak telah tiba ‘waktu’nya.

Pernah denger pepatah Jawa ‘urip iku ming mampir ngombe’ kan? Kalau kita terjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah ‘hidup itu hanya mampir/singgah untuk minum’, maksudnya manusia hidup di dunia ini sebenarnya hanya sebentar saja, atau singkat waktunya. Begitulah kira-kira, maksud pepatah Jawa di atas.

Dulu jaman nenek saya masih ada memang sering keluar pepatah tsb. Atau kalau pas pengajian di musholla komplek saya, pak ustadz M Rhoib juga sering mengingatkan tentang ungkapan itu agar kita semua jamaahnya memanfaatkan waktu yang masih ada sebaik-baiknya untuk beribadah sebanyak-banyaknya sebagai bekal kita di akhirat nanti, karena jangan sampai pas saatnya tiba, kita ‘dipanggil’ Allah SWT, tabungan amal & ibadah kita ternyata kurang banyak. Jadi janganlah kita hanya keasyikan mengumpulkan ‘bekal’ duniawi semata, tapi juga harus ingat akan ‘bekal’ yang akan dibawa ke akhirat nanti. Selama ini sih saya memang ‘cuek’ aja, karena saya jalani kehidupan ini seperti biasa, pokoknya ngalir aja terus.

Begitulah, tiba-tiba di bulan April ini, pepatah Jawa tsb. begitu terasa maknanya buat diri pribadi saya. Saat merenungkan makna milad kali ini, koq terasa banget benarnya tentang ‘hidup di dunia yang sebentar’ tsb. Karena di bulan kelahiran saya ini, mendadak kesadaran akan umur yang bertambah tua begitu mengusik pikiran saya. Sudah cukupkah bekal saya kelak? Apakah hidup saya selama ini sudah berada di ‘jalan yang benar’?

Dan yang namanya hidup di dunia yang selama ini saya jalani memang terasa banget ‘cepat’nya. Rasanya kayak baru kemarin atau belum lama lulus SMA di Madiun, lulus kuliah di Surabaya. Rasanya kayak belum lama menikah. Rasanya kayak baru kemarin nungguin istri melahirkan di sebuah RS Bersalin di Rawamangun. Rasanya kayak belum lama menikmati menggendong bayi yang lucu. Rasanya kayak belum lama Adhika & Wira masih bisa bergelayutan di tangan kiri & kanan. Rasanya kayak barusan Adhika & Wira masih di TK, SD dan SMP. Tahu-tahu mereka berdua koq sudah besar badannya dan beranjak dewasa, satu kuliah yang lain SMA. Tahu-tahu umurku koq sudah tua. Tahu-tahu keriput di wajah pun mulai nampak banyak. Rambut uban pun sudah mulai nampak tersebar di kepala. Kondisi fisik juga mulai terasa gampang lelah.

Dan masih banyak lagi tanda-tanda fisik akan bertambahnya usia yang diistilahkan oleh istri saya sebagai ‘surat’ peringatan dari Gusti Allah SWT. Kayaknya, lagu kebangsaanku ‘Forever Young’-nya Rod Steward mesti diganti sama lagu “Tombo Ati”nya Opick nich. Bener lho, jiwa menjadi terasa lebih tenteram ketika kita mencoba untuk memahami makna terdalamnya.

Dari hasil perenungan Milad kali ini, saya juga bersyukur sekali ke hadirat Allah SWT karena hingga saat ini masih diberi nikmat sehat, nikmat limpahan rejeki, dan segala sesuatu yang terbaik yang selama ini telah saya terima dan nikmati bersama keluarga. Dan tak lupa, dalam hati saya berjanji dengan diri sendiri untuk selalu menjalankan semua perintah agama Islam beserta ajaran Nabi Muhammad SAW dengan sebaik-baiknya, juga memanfaatkan waktu yang masih ada ini untuk lebih banyak beramal dan beribadah di jalan Allah SWT. Dan memohon agar ‘sisa waktu’ yang ada ini, hidup saya dapat bermanfaat serta berguna untuk kemashalatan orang banyak. Amin.

Tuesday, April 05, 2011

Sama 'kata'nya, beda 'makna'nya




Ngomongin iklan tawaran sekolah ke luar negeri yang pernah marak di koran nasional, saya pernah punya pengalaman yang lucu tentang ini. Waktu itu, sebenarnya hanya iseng saja kepingin tahu, apa dan bagaimananya tawaran iklan tsb. Mulailah saya cari informasi via telpon, dan akhirnya diundang ke pertemuan dengan para orang tua lainnya yang juga kepingin tahu program yang ditawarkan.

Saya bukannya mau menceritakan paparan program dari penyelenggara jasa yang mengurusi sekolah ke luar negeri tsb. tapi lebih ke betapa antusiasnya para orang tua yang datang. Seorang ibu yang duduk di sebelah saya dengan dandanan bak hendak ke pesta lengkap dengan semua perhiasannya tiba-tiba menyapa dengan nada sedikit merendahkan karena melihat penampilan saya yang kontras dengannya [hanya pakai polo shirt, celana jeans dan ransel]. “Anak saya yang di SMA Negeri unggulan, kepingin nantinya sekolah ke Luar Negeri... Kalau bapak, anaknya sekolah di SMA mana?”

Saya pun dengan santainya menjawab apa adanya, “Anak saya masih SMP koq bu... tapi di luar negeri...” [kejadian ini memang waktu anak saya masih di SMP]. Jawaban saya sebenarnya belum selesai, tapi ibu tsb. memotong jawaban saya [mungkin penasaran], “Wuah hebat ya anaknya... masih SMP sudah berani sekolah di luar negeri. Ngomong-ngomong di sekolahin di mana pak luar negerinya? Lha terus ini mau ndaftarin adiknya ya...?”. Waduh. Ibu ini bener-bener sok tahu dan tipe yang kalau sudah ngomong nggak bisa distop, maunya dia sendiri yang didengerin. Terpaksa saya potong juga omongannya, “Anu bu...maksud saya di luar negeri itu... nggak di SMP Negeri, tapi di SMP Swasta.” Mendengar penjelasan saya, si ibu tsb. langsung melengos dan nggak mau ngajak ngomong lagi. Dalam hati saya pun tertawa sendiri, emang gue pikirin.

Itulah kekayaan bahasa Indonesia. Kata yang sama ‘luar negeri’ ternyata beda maknanya. Aneh kan? Banyak lagi kata-kata di dalam bahasa Indonesia yang bisa berbeda maknanya tergantung pada situasi, kondisi, ataupun konteksnya. ‘Gak percaya. Ada lagi contoh. Seorang cewek yang dirayu habis-habisan sama pacarnya, sambil tersipu dan tersenyum malu cuman bisa ngomong, “Dasar rayuan gombal...”. Buat si cewek kata ‘gombal’ bermakna ‘terlalu berlebihan’ atau bahasa anak Jakarta sekarang ‘lebay’ banget. Padahal dalam benak saya yang namanya ‘gombal’ itu kan lap kain yang sudah dekil sekaligus bau. Hehehe...

Yang unik adalah kata ‘bohong’. Bisa diartikan sebaliknya tergantung dari konteks pemakaian kata ‘bohong’ tsb. ‘Bohong’ kan artinya mengatakan sesuatu itu ‘ada’, padahal sebenarnya ‘tidak ada’ dasar realitasnya atau kenyataannya. Misal, bilang punya pacar, padahal kenyataannya tidak punya. Cerita kalau dirampok padahal tidak ada kejadiannya. Dsb. Nah, uniknya kata ‘bohong’ juga bisa digunakan untuk mengatakan sesuatu itu ‘tidak ada’, padahal realitas atau kenyataannya ‘ada’. Misal, ketika temennya minta ditraktir makan siang bilangnya ‘tidak ada’ uang, padahal sebenarnya ‘ada’ sejumlah uang di dompetnya. Jadi tambah bingung kan. Tapi begitulah faktanya.

Ada juga kata yang ditambah di depan atau belakangnya dengan kata lain jadi berubah maknanya. Mantan presiden Gus Dur pernah saat menjadi tamu di reality show ‘Kick Andy’ ditanya tentang siapakah polisi di Indonesia yang jujur. Presiden Gus Dur pun menjawab bahwa hanya ada 3 polisi yang jujur, pak Hugeng [jendral, mantan Kapolri], ‘patung polisi’, dan ‘polisi tidur’. Terlepas dari ketidak setujuan saya pada humor Gus Dur tsb. karena belum tentu kebenarannya, arti kata polisi memang menjadi berubah maknanya. Khususnya pada kata ‘polisi tidur’ yang digunakan untuk merujuk pada ‘gundukan’ di jalanan yang berfungsi sebagai penghalang agar pengguna jalan memperlambat laju kendaraannya. Terus terang , sampai sekarang saya masih kagum dengan pencetus kata ini, cerdas banget. Kenapa ya... nggak dibilang ‘kuburan ular naga’ aja, biar yang mau lewat secara psikologis merasa takut dan langsung memperlambat kendaraannya. Lho kok saya jadinya mau ikutan ngatur bahasa Indonesia?

Lanjut lagi, ada juga kata yang sering bertukar arti, tergantung dari cara pandang si pemakai kata tsb. Kata ‘jauh’ misalnya, buat teman saya yang sering bolak-balik Jakarta-Surabaya dengan pesawat terbang bilang, “Surabaya sih deket... sejam juga nyampe”. Kata ‘jauh’ berubah makna menjadi ‘dekat’, meskipun buat saya tetap saja jauh karena berjarak ratusan km. Lain ceritanya kalau yang bilang ‘jauh’ adalah tukang parkir liar yang selalu ada di pinggir jalan, “Terus... terus... maju lagi... jauh... jauh...”, mobil kita sudah mau nyenggol mobil yang parkir di depan kita dan jaraknya tinggal sekitar 15 cm dibilangnya masih ‘jauh’. Nah, dalam cara pandang tukang parkir tsb. jarak yang ‘dekat’ sekitar 15 cm dimaknai ‘jauh’. Bertukar arti kan, ‘jauh’ jadi ‘dekat’, yang ‘dekat’ jadi ‘jauh’!

Tapi buat para tukang parkir, perlu untuk berhati-hati bila menggunakan kata ‘mundur’. Karena kalau yang sedang dipandu parkir tsb. adalah bung NH yang juga ketua PSSI saat ini [yang saya kagumi kegigihannya] kan bisa berabe. Mundur... mundur...mundurr... Bisa-bisa tukang parkir tsb. dikeroyok dan digebuki sama para pendukung setia beliau lho...

Monday, April 04, 2011

Punya anak 2 serasa 'nggak punya anak'


“Punya anak 2, tapi koq rasanya kayak 'nggak punya anak' ya...” Inilah komentar istriku saat kita cuma tinggal berdua saja berada di rumah. Mungkin beginilah rasanya yang dirasakan oleh para orang tua kita dulu. Begitu anak-anaknya semua telah berangkat dewasa dan bersekolah di lain kota akan merasa seperti ‘tidak memiliki anak’.

Dan ternyata ‘hukum’ itu mulai berlaku juga buatku dan istriku. Dulu ketika SMA pun aku juga sudah jarang berada di rumah kumpul bersama keluarga. Apalagi istriku orangtuanya hanya berdua saja di Blitar sementara semua anaknya tinggal di Jakarta. Barangkali banyak sekali para orang tua di daerah yang punya anak, kemudian tak satupun anaknya tinggal di kota yang sama, karena semua anaknya ‘terpaksa’ merantau ke kota-kota besar untuk mencari nafkah hidupnya.

Sabtu kemarin, aku dan istri merasakan sendiri bagaimana rasanya menjadi orang tua yang mulai 'ditinggalin anak-anaknya'. Apa yang terjadi pada orang tua kita dulu mulai kita rasakan pula.

Putriku yang sulung karena kuliah di FE-UI, sudah selama 7 bulan lebih memilih kost di Depok dekat kampusnya. Karena pernah nyoba naik kendaraan umum malah terlalu capai di jalan. Bawa mobil sendiri, belum PeDe nyupirnya karena seringnya kena macet. Selama kost, biasanya tiap Jumat pulang sampai hari Senin pagi. Tapi kebetulan beberapa minggu terakhir ini, dia disibukkan dengan kegiatan kampusnya yang seabreg. Jadinya minta dijemput Jumat malem [cuman nge-drop pakaian kotor aja] dan Sabtunya sudah minta diantar lagi ke kost-kostan.

Anak kedua, si Wira, Sabtu pagi kemarin berangkat ke KL & Singapore mewakili SMA-nya ikutan program kerja sama dengan Universitas di KL & SMA Singapore. Putraku kedua ini meskipun baru kelas 2 SMA tapi sebenarnya setiap hari juga pulangnya malam di atas pk. 21.00. Paling ketemu & ngobrol sebentar terus dia masuk ke kamarnya. Nah kalau biasanya kita nungguin si Wira datang, kali ini tidak. Jadi rasanya kita berdua saat itu memang kayak 'nggak punya anak'.

Saat saya dan istri membicarakan masalah ini, kita jadi ingat sewaktu anak-anak masih kecil, di mana mereka masih sangat bergantung baik secara fisik maupun psikis di ruang & waktu yang sama untuk selalu ingin berdekatan dengan kita. Kita pun lalu melihat-lihat album foto ketika mereka berdua masih kecil & masih lucu-lucunya. Memang seiring dengan mereka beranjak dewasa, mulai ada terasa bahwa mereka sudah tidak kepingin tergantung lagi sama orang tuanya.

Nah ketika istri mulai larut dalam kenangannya, saya pun mengingatkan bahwa kedua anak itu adalah titipan Allah SWT. Tugas kita sejak mereka lahir adalahmerawat, membesarkan, memberikan pendidikan yang baik kemudian mengantarkan mereka ke gerbang kehidupan masa depan mereka masing-masing agar bisa menjadi anak yang soleh & soleha. Lalu saya jadi teringat dengan puisi dari Kahlil Gibran yang sangat pas benget untuk menggambarkan tentang anak yang saya kutip kembali di bawah ini.

Anakmu bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau,
...mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.

Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah bagi raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu.

Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,
namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
ataupun tenggelam ke masa lampau.
Engkaulah busur asal anakmu,
anak panah hidup, melesat pergi.

Sang Pemanah membidik sasaran keabadian,
Dia merentangkanmu dengan kuasaNya,
hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.
Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat,
sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap.