Friday, April 15, 2011

Yang ‘dimiskinkan’ justru yang bikin kaya




Kenapa iklan rokok di TV selalu tayangnya di atas pk. 21.00? Kenapa selalu iklan rokok yang tayang di TV dilarang untuk menampilkan bentuk kemasannya secara utuh? Kenapa dalam iklan rokok yang ditayangkan tidak boleh ada adegan orang yang asyik menikmati rokok? Kenapa juga iklan rokok di gambar terakhirnya selalu diwajibkan memuat himbauan tentang bahaya merokok? Banyak larangannya kan. Tapi coba cermati, semakin banyak larangan iklan rokok di TV justru semakin kreatif iklan rokok yang ditayangkan.

Kalau kita kritisi, berbagai regulasi yang dikenakan kepada iklan rokok sejatinya adalah salah satu usaha pemerintah untuk ‘sedikit’ mengurangi dampak negatif iklan rokok. Khususnya terhadap anak-anak di bawah umur. Pengandaiannya di atas jam segitu para bocah diharapkan sudah berangkat tidur. Padahal kan belum tentu juga. Kenapa dampak negatif tersebut hanya sedikit dikurangi, inilah ironisnya kebijakan di negri ini. Pemasukan dari cukai rokok yang besar terlanjur menjadi andalan untuk pemasukan sumber dana pemerintah. Ditambah lagi lobi yang sangat kuat dari para pemilik industri rokok nasional. Jadinya dampak negatif keseluruhan yang lebih besar ‘tertutupi’ dengan kepentingan politis ini.

Lalu, siapa sih para penikmat rokok di negeri ini? Fakta yang bisa dilihat sehari-hari, di negeri ini, tidak pernah ada batasan umur berapa boleh merokok, siapa saja bebas menikmatinya [di luar negeri 18 tahun ke atas baru boleh merokok]. Rokok pun bisa dibeli di mana saja dengan mudahnya, oleh mereka yang memerlukannya. Bahkan di Malang pernah ketahuan oleh media seorang balita yang sudah kecanduan rokok. Sudah biasa pula kita jumpai anak berseragam sekolah juga merokok. Para wanita masa kini yang juga tidak merasa sungkan untuk merokok di tempat umum seperti foodcourt , kafe atau pun ruang publik lainnya.

Entahlah, kebiasaan merokok kok sepertinya sudah begitu membudaya di kalangan masyarakat kita. Nggak percaya? Coba saja perhatikan, begitu keluar dari rumah,di jalan kita sudah dihadang oleh asap rokok para pejalan kaki. Di dalam angkutan umum, di mall, di kafe, di kantor, pokoknya di seluruh penjuru dan di setiap sudut manapun pasti kita temui para penikmat rokok.

Anehnya, meskipun harga sebungkus rokok relatif mahal harganya, para penikmat rokok ini selalu menganggarkan duitnya untuk membeli rokok, setelah kebutuhan utama akan makan & minum telah terpenuhi. Penting banget kan! Nggak percaya? Lihat saja para supir angkutan umum yang ibaratnya berpenghasilan harian yang tak menentu sekaligus pas-pasan, lebih mementingkan membeli sebungkus rokok ketimbang untuk biaya sekolah atau susu anaknya. Lebih besar penghasilan untuk membeli rokok dibanding untuk meningkatkan gizi keluarga ataupun peningkatan pendidikan. Makanya, masyarakat miskin seperti mereka menjadi semakin sulit keluar dari lingkaran setan kemiskinan.

Meskipun mereka tahu bahwa rokok bisa menyebabkan penyakit jantung, kanker paru-paru, stroke, cacat dsb. tetap saja tidak membuat para perokok takut ataupun jera lantas berhenti merokok. Dan kalau sudah menderita penyakit-penyakit tsb. akan lebih banyak lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan. Nah lho. Terus dari mana biaya untuk berobat tersebut? Untuk memenuhi kebutuhan utama akan makan dan minum saja susah. Emangnya kalau sudah sakit ada pengobatan gratis dari pemilik pabrik rokok? No way... lah!

Dan sebagian besar profil para perokok memang berasal dari generasi muda dan masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. Fakta inilah yang menarik untuk diungkapkan. Karena para perokok yang hakekatnya adalah menjadi korban yang ‘dimiskinkan’ oleh rokok, justru merekalah yang menjadikan ‘kaya’ para konglomerat pemilik pabrik rokok di negeri ini. Fakta yang ada, beberapa konglomerat terkaya di negeri ini kan sumber utama penghasilannya dari industri rokok yang dimilikinya.

Terus bagaimana peran pemerintah? Seperti yang telah disinggung di awal tulisan, keberpihakan pemerintah memang ada tapi hanya ‘setengah hati’. Hanya kepingin ‘sedikit’ saja mengurangi bahaya merokok untuk para balita dan anak-anak. Dan seperti yang sudah-sudah, sesuai hukum pasar bebas [ciri khas ekonomi Neo-Lib], rakyat Indonesia memang dilepas begitu saja untuk menjadi ‘konsumen’ yang baik bagi industri rokok nasional. Uruslah diri sendiri masing-masing. Kalau toh ada masyarakat yang tambah miskin ataupun ‘penyakitan’ gara-gara rokok ya tanggunglah sendiri resikonya. Kan di setiap kemasan rokok sudah ada peringatan akan bahaya merokok : MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGGUAN KEHAMILAN PADA JANIN.

0 komentar:

Post a Comment

Silakan tinggalkan pesan Anda.