Monday, April 04, 2011

Punya anak 2 serasa 'nggak punya anak'


“Punya anak 2, tapi koq rasanya kayak 'nggak punya anak' ya...” Inilah komentar istriku saat kita cuma tinggal berdua saja berada di rumah. Mungkin beginilah rasanya yang dirasakan oleh para orang tua kita dulu. Begitu anak-anaknya semua telah berangkat dewasa dan bersekolah di lain kota akan merasa seperti ‘tidak memiliki anak’.

Dan ternyata ‘hukum’ itu mulai berlaku juga buatku dan istriku. Dulu ketika SMA pun aku juga sudah jarang berada di rumah kumpul bersama keluarga. Apalagi istriku orangtuanya hanya berdua saja di Blitar sementara semua anaknya tinggal di Jakarta. Barangkali banyak sekali para orang tua di daerah yang punya anak, kemudian tak satupun anaknya tinggal di kota yang sama, karena semua anaknya ‘terpaksa’ merantau ke kota-kota besar untuk mencari nafkah hidupnya.

Sabtu kemarin, aku dan istri merasakan sendiri bagaimana rasanya menjadi orang tua yang mulai 'ditinggalin anak-anaknya'. Apa yang terjadi pada orang tua kita dulu mulai kita rasakan pula.

Putriku yang sulung karena kuliah di FE-UI, sudah selama 7 bulan lebih memilih kost di Depok dekat kampusnya. Karena pernah nyoba naik kendaraan umum malah terlalu capai di jalan. Bawa mobil sendiri, belum PeDe nyupirnya karena seringnya kena macet. Selama kost, biasanya tiap Jumat pulang sampai hari Senin pagi. Tapi kebetulan beberapa minggu terakhir ini, dia disibukkan dengan kegiatan kampusnya yang seabreg. Jadinya minta dijemput Jumat malem [cuman nge-drop pakaian kotor aja] dan Sabtunya sudah minta diantar lagi ke kost-kostan.

Anak kedua, si Wira, Sabtu pagi kemarin berangkat ke KL & Singapore mewakili SMA-nya ikutan program kerja sama dengan Universitas di KL & SMA Singapore. Putraku kedua ini meskipun baru kelas 2 SMA tapi sebenarnya setiap hari juga pulangnya malam di atas pk. 21.00. Paling ketemu & ngobrol sebentar terus dia masuk ke kamarnya. Nah kalau biasanya kita nungguin si Wira datang, kali ini tidak. Jadi rasanya kita berdua saat itu memang kayak 'nggak punya anak'.

Saat saya dan istri membicarakan masalah ini, kita jadi ingat sewaktu anak-anak masih kecil, di mana mereka masih sangat bergantung baik secara fisik maupun psikis di ruang & waktu yang sama untuk selalu ingin berdekatan dengan kita. Kita pun lalu melihat-lihat album foto ketika mereka berdua masih kecil & masih lucu-lucunya. Memang seiring dengan mereka beranjak dewasa, mulai ada terasa bahwa mereka sudah tidak kepingin tergantung lagi sama orang tuanya.

Nah ketika istri mulai larut dalam kenangannya, saya pun mengingatkan bahwa kedua anak itu adalah titipan Allah SWT. Tugas kita sejak mereka lahir adalahmerawat, membesarkan, memberikan pendidikan yang baik kemudian mengantarkan mereka ke gerbang kehidupan masa depan mereka masing-masing agar bisa menjadi anak yang soleh & soleha. Lalu saya jadi teringat dengan puisi dari Kahlil Gibran yang sangat pas benget untuk menggambarkan tentang anak yang saya kutip kembali di bawah ini.

Anakmu bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau,
...mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.

Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah bagi raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu.

Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,
namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
ataupun tenggelam ke masa lampau.
Engkaulah busur asal anakmu,
anak panah hidup, melesat pergi.

Sang Pemanah membidik sasaran keabadian,
Dia merentangkanmu dengan kuasaNya,
hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.
Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat,
sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap.

0 komentar:

Post a Comment

Silakan tinggalkan pesan Anda.