Wednesday, November 28, 2007

In Memorian 'harjo' Sigit Joko Pangestu


[sebuah catatan yang terlintas]


Rabu, 21 November 2007 yang lalu salah seorang teman bermain waktu kecil di PG Soedhono Madiun telah dipanggil oleh Allah SWT di Tegal. Konon dikarenakan sakit hipertensi. Saya & Kel. Ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya, semoga arwah temen kecil kami sewaktu di Madiun ini diterima di sisi-Nya, dan semoga keluarga yang ditinggalkannya diberi ketabahan.

Berita duka ini saya dapatkan dari Antok Soemartono yang berdomisili di Yogya. Sayangnya temen-temen lain ternyata juga tak ada yang tahu tentang berita ini. Maklum sejak lulus SMA kami semua, temen sepermainan waktu kecil, telah berpencar untuk kuliah di kota-kota besar yang ada di Indonesia untuk mengejar cita-cita & mencari masa depan yang baik. Mungkin terakhir bertemu dengan Sigit ini ya ketika saya masih kuliah di Surabaya dan sering mondar-mandir ke Yogya. Karena saat itu Sigit atau kita sering memanggilnya Harjo Sigit kuliah di Yogya. Begitulah. Lebih dari 20 tahun saya tak mendengar khabarnya lagi.

Di komplek tempat tinggal kami waktu kecil dulu, memang kami sudah seperti keluarga. Yang sampai saat ini masih terlintas dalam ingatan saya, Harjo Sigit ini dulu adalah kipper terbaik team sepakbola anak-anak PG Soedhono. Dan saat beranjak dewasa, olah raga kami memang beralih ke Tennis. Dan Harjo Sigit juga termasuk petenis yang handal turut mewakili PG Soedhono bila bertanding dengan PG-PG lain. Sigit punya keistimewaan kedua tangannya [kiri/kanan oke] mampu memegang raket dengan sama baiknya. Di grup musik, Sigit juga punya andil untuk kami, karena dia juga seorang drummer yang cukup handal.

Masih banyak lagi kenangan-kenangan masa kecil yang sebenarnya ingin saya ceritakan. Tapi yang saya masih ingat dan saya merasa bersalah pada Harjo Sigit waktu itu adalah ketika kami begadang di Gedung Pertemuan PG Soedhono. Saat itu kami selesai nge-band, nyambung dengan bermain billiard. Saat asyiik main billiard, ternyata Harjo Sigit tertidur di tempat gamelan [kira-kira jam 1 malam]. Yang namanya jiwa remaja, saat itu saya ‘kerjain’ dia dengan mengguyurnya dengan air segayung. Sambil kaget, terbangunlah ia. Kami pun tertawa bersama, maklum yang namanya masih ABG, kalau bias ngerjain temen kan kayaknya sukses banget. Pada waktu itu, di antara kami [remaja PG Soedhono] kalau lagi begadang ada yang tertidur ya wajib dikerjain. Eh, ternyata keesokan harinya Harjo Sigit sakit ‘masuk angin’ dan tidak masuk sekolah. Ada rasa sesal saat itu. Sigit, maaf ya… Selamat jalan friend!

Lepas dari kenangan masa kecil tsb, kepergian Harjo Sigit juga tiba-tiba menyadarkan saya dan beberapa teman lain bahwa ternyata kami semua saat ini telah menjadi bapak-bapak yang berusia kepala 4. Totok dan Andi yang saat saya khabari sedang ada urusan bisnis di Banjarmasin pun terkaget-kaget dan menyadari pula bahwa kita telah tua. Mereka berdua pun punya keinginan untuk setahun sekali minimal ada ‘kumpul-kumpul’ alumni ‘bocah’ PG Soedhono. Tempatnya terserah, boleh di mana saja. Mumpung masih ada umur katanya. Mudah-mudahan rencana besar ini dapat terwujud.

Inilah sedikit pengantar dari saya seputar kepergian teman masa kecil kami semasa di PG Soedhono Madiun. Semoga di lain waktu saya bias menulis kenangan-kenangan indah saat kami kecil dulu bermain di bawah pohon asem nan rindang dan diiringi musik desiran jajarn pohon cemara yang mengelilingi jalanan komplek PG Soedhono. Bukankah masa lalu itu memang perlu dikenang?

Silakan temen-temen menganggapinya atau mungkin kepingin sharing cerita-cerita lain dengan menuliskan komentarnya, your comments please!

Sayang anak... sayang anak...


Menyikapi anak-anak sebagai target market

Orang tua mana sich yang gak sayang anak? Saya yakin sebagai orang tua yang sayang anak, pasti selalu berusaha untuk menyenangkan buah hatinya. Namun sadarkah kita, rasa sayang kita terhadap anak ini ternyata menjadi salah satu bahan pertimbangan utama bagi sebagian produsen yang memang sengaja menyasar anak-anak sebagai target market-nya.

Contoh paling gampang, yang terjadi dalam keseharian kita, begitu ada suara tet tot- tet tot tukang balon, anak pun langsung merengek untuk minta dibelikan. Tukang balon pergi, terdengar lagi, suara penjual es krim keliling dengan musiknya yang khas, anak-anak pun langsung merengek lagi. Tidak lama kemudian tukang odong-odong yang berkeliling sambil memperdengarkan lagu anak-anak.

Begitu seterusnya, dalam satu hari kalau dihitung bisa ada puluhan pedagang keliling di sekitar rumah kita yang target marketnya adalah anak-anak. Pesan atau ‘jualan’ mereka pun secara langsung dapat ditangkap oleh anak-anak, karena langsung ada action yaitu rengekan anak-anak untuk dibelikan. Sama halnya, tatkala kita berada di Mall, di terminal, di stasiun, di kereta, di bus, di halte, begitu banyak pedagang yang mebidik anak-anak sebagai target market. Pastinya Anda semua sering mendengar pedagang yang menjajakan dagangannya secara persuasif “sayang anak… sayang anak…”

Dari TV yang ditonton pun ada ratusan pesan iklan dari produk yang diperuntukkan anak-anak memborbardir setiap harinya. Mulai dari snack, permen, susu, vitamin, suplemen, shampoo, minuman ringan, sepatu, sandal, pakaian, tempat hiburan, dsb. Dan hebatnya, pesan iklan yang sering mereka dengar ternyata bener-bener ‘nancep’ di kepala anak-anak.

Coba, ajak anak-anak ke Indomart terdekat, dan biarkan mereka ambil yang mereka mau, pastinya yang akan diambil adalah produk-produk yang iklannya telah tertanam secara tidak sadar di kepala mereka. Artinya, tugas iklan sebagai penyampai pesan ke target yang diinginkan si produsen betul-betul sampai, dan si target pun ingin membelinya tatkala melihat produknya ada di depan mata..

Namun seringkali, banyak iklan yang targetnya bukan anak-anak bias dan menyasar ke anak-anak. Ini yang harus kita waspadai bersama. Contoh paling gampang ya iklan hand-phone yang seringkali membuat mereka sebentar-sebentar minta untuk mengganti hand-phone -nya dengan.model keluaran terbaru. Kalau sudah begini sebagai orang tua, kita harus mampu memberikan pencerahan untuk mereka.

Dari paparan di atas, secara tidak kita sadari ternyata anak-anak usia 4 hingga 13 tahun, saat ini sudah mulai dianggap sebagai konsumen yang prospektif dan potensial. Dan ternyata yang namanya market dengan segmentasi khusus anak-anak itu ada dan besar sekali.

Memangnya anak-anak punya uang untuk membeli itu semua, kok dianggap sebagai target market yang ‘empuk’?

Jangan salah, yang namanya anak-anak itu ternyata mampu mempengaruhi orang tuanya [ibunya] untuk membeli yang mereka mau [ingat, sayang anak… sayang anak]. Selain itu, biasanya, anak-anak kalau menginginkan sesuatu akan membelanjakan seluruh uang yang dimilikinya, bahkan rela memecah ‘celengan’-nya.

Nah berbahagialah bagi mereka yang telah memiliki usaha dengan target market anak-anak. Berarti Anda telah berada di jalur yang potensial. Tinggal bagaimana belajar dari perilaku anak-anak agar mampu menciptakan terobosan-terobosan baru tatkala menjual produk Anda ke anak-anak yang menjadi target market.

Dan yang juga penting untuk diperhatikan, produk yang Anda jual harus mampu menyentuh emosi dan tataran psikologis si Ibu. Setidaknya ibu harus merasa bahwa produk yang ditawarkan tsb memang pantas dibeli. Karena, pada kenyataanya ibulah yang memutuskan produk tsb. layak dikonsumsi atau dipakai oleh anak-anaknya.

Selebihnya, produk yang Anda tawarkan harus dapat menjamin kesehatan, keselamatan, bikin anak-anak jadi lebih cakep, dapat membantu mereka tambah pintar, dapat menjadikan mereka happy. Karena hampir semua ibu selalu mendambakan anaknya tumbuh pintar, sukses, dan juga happy.

Ingat, tatkala seorang ibu membelikan pakaian yang bagus, makanan dan minuman yang sehat, mainan yang mendidik, bacaan yang menambah wawasan, dsb. ia akan merasa telah melakukan sesuatu yang sangat berharga bagi anak-anaknya sebagai curahan kasih sayangnya.

Adakah pendapat lain yang bisa kita sharing dan diskusikan bersama?