Wednesday, August 09, 2006

Tak mampu aku menghitung 'Nikmat dari Allah"

Setiap pagi, begitu bangun tidur dan usai menjalankan sholat, aku selalu duduk & merenung sejenak tentang apa saja yang menyangkut kehidupan. Baik yang telah berlalu maupun yang akan dating. Selesai menjalankan ritual merenung sejenak, barulah mulai merencanakan apa yang hendak dilakukan seharian nanti.

Pagi ini, tiba-tiba terpikir dalam benak ‘betapa beruntungnya aku’ sebagai manusia yang diberi kenikmatan hidup sedemikian rupa oleh Allah SWT. Hidupku selama ini kok rasanya mengalir begitu saja bagaikan air. Dan selama ini tanpa sadar begitu tak terhingga ‘nikmat yang diberikan Allah SWT’ kepadaku, Amin.

Secara perlahan kucoba mulai menghitung nikmat Allah tsb. Bayangkan, begitu bangun tidur, udara pagi nan segar telah tersedia begitu banyaknya untuk dihirup tanpa harus susah payah mencarinya. Saat minum air putih segelas pun langsung terasa nikmatnya diberi kesehatan sehingga masih dapat menjalani hidup ini. Melihat istri dan anak-anak yang menyusul bangun juga langsung mengingatkanku bahwa aku telah diberi nikmat dan kepercayaan untuk membangun keluarga yang sakhinah. Kemudian berlanjut dengan nikmat Allah yang telah memberiku tempat berteduh yang layak untuk keluargaku. Nikmat diberi kemudahan untuk menjemput rejeki melalui pekerjaan kantoran dan usaha sampingan selama ini. Nikmat bisa menikmati makanan halal bersama keluarga. Nikmat bisa menyekolahkan anak-anak. Nikmat diberi umur panjang. Nikmat diberi keselamatan. nikmat ini… nikmat itu… nikmat…nikmat… dst.

Ya Allah sepertinya kok begitu banyak dan begitu melimpah nikmat yang telah Allah berikan kepadaku, kepada keluargaku, kepada seluruh manusia, dan ternyata karena begitu tak terhingganya nikmat yang Allah berikan, sehingga aku pun tak mampu lagi untuk menghitungnya. Sudah seharusnya aku harus mengucap syukur dan terima kasih setiap waktu bila membahas tentang nikmat yang Allah telah berikan.

Tapi jujur saja, sebagai manusia seringkali aku terlewat untuk mengucap syukur & berterima kasih atas nikmat yang telah Allah berikan. Jangankan mengucap syukur dan berterima kasih, menjalankan ibadah yang Allah wajibkan seperti sholat 5 waktu, puasa, zakat, amal, menyantuni anak yatim, piatu dan kaum dhluafa, dll. pun aku belum dapat melaksanakannya dengan baik dan benar. Sungguh aku tidak fair. Allah telah memberikan segalanya untukku, tapi sebaliknya mengucapkan puji syukur dan terima kasih yang begitu mudah untuk dilakukan pun aku sering terlupa dan terlewati.

Ya Allah ampunilah aku. Mudah-mudahan seiiring dengan seringnya aku merenung dan mengingat akan tak terhingganya nikmat yang Allah berikan kepadaku, aku akan sering untuk mengucap syukur dan terima kasih dan dapat melaksanakan segala yang diwajibkan untuk ku. Amin.

Friday, August 04, 2006

Colut. Yang ini khas produk Madiun.

Madiun ternyata juga kaya akan istilah. Sewaktu di SMA 1 Madiun dulu ada budaya kontraproduktif yang sering dilakukan oleh para siswanya yaitu ‘colut’. Istilah yang khas Madiun banget ini di kamus Jawa tidak ada. Bagaimana asal pembentukan katanya, dari mana asalnya, siapa penciptanya juga tidak terlacak.

Colut adalah istilah yang digunakan untuk menggantikan kata ‘membolos’ pada jam-jam pelajaran tertentu. Maksudnya, tidak mengikuti jam pelajaran ke 4 & 5 saja misalnya. Biasanya teman-teman ‘colut’ di saat pelajaran yang membosankan atau yang gurunya kurang oke cara mengajarnya. Kapan mulainya budaya ini juga kurang jelas. Tapi di antara teman-teman SMA 1 Madiun pasti banyak yang pernah melakukannya.

Dan budaya inilah yang membuat kualitas SMA 1 Madiun melorot banget pada tahun-tahun itu. Kalau dipikir-pikir lagi ‘gila banget’ ya. Sekolah kok dibuat main-main. Pelajaran kok ditinggalin. Kalau dibandingkan antara nilai positif dan negatifnya kok banyak negatifnya ya. Positifnya, paling membuat ‘jadi berani’ & ‘bandel’ saja. Terus bisa ‘kongkow’ di warungnya pak Jo or rumahnya Yayak. Selebihnya paling ngeluyur nggak karuan keliling kota, Negatifnya, wuah banyak banget. Jadi malu nyebutinnya.

Oke, bagi temen-temen yang dulu suka ‘colut’ nggak perlu berkecil hati, anggap aja itu tahapan sejarah hidup menuju kedewasaan sikap yang memang harus dilalui. Buat saya pribadi budaya ‘colut’ ini menambah kaya liku-liku kehidupan, sekaligus menjadi kenangan yang memorable. Yang penting, kita harus bisa arahkan putra-putri kita saat ini untuk menapaki kehidupan pada track yang baik dan benar. Jangan sampai mereka meniru jejak orang tuanya yang pada ‘bandel’.

Waktu SD kelas 6 aku sudah kos di rumah Eddie Think

Selagi asyik mem-flashback memory di otak, tiba-tiba terhenti di masa ketika masih duduk di bangku kelas 6 SD Indrakila. Yang muncul pertama adalah ingatan tentang persahabatanku dengan Eddie Think.

Aku jadi inget masa di mana aku pernah kost di rumah Eddie think. Gara-garanya, waktu kelas 6 sering ada pelajaran tambahan. Karena rumahku adanya di PG Soedhono yang jaraknya jauh dari Madiun, maka aku & Wijaya sering pulang sekolah ke rumah Eddie Think sambil menunggu waktu les datang. Kan kalau pulang ke Soedhono dapatnya cuma capek di jalan. Eh lama-kelamaan akhirnya malah kita nge-kost di rumah Eddie Think [aku lupa lho gimana prosesnya].

Tapi asyiik banget lho, jadi memperkaya pengalaman hidupku. Setidaknya banyak pelajaran yang bisa dipetik untuk kehidupanku selanjutnya. Terutama tentang menjalankan sholat 5 waktu. Di keluarga Eddie mau nggak mau kita harus menjalankan sholat 5 waktu. Pagi waktu shubuh kita harus sudah bangun dan belajar sholat berjamaah. Terus malem kita juga sering Tahajud. Untuk yang satu ini aku mesti berterima kasih ke Eddie Think dan keluarga besarnya, yang mengijinkan kita ngekost di rumahnya.

Banyak pengalaman menarik lainnya yang kayaknya panjang untuk diceritakan. Yang paling memorable adalah bermain ke pinggir bengawan Madiun apalagi kalau lagi banjir, kita belajar mandi di kali. Selain itu, lamat-lamat teringat juga ketika kita diajak main ke losmen mbahnya Eddie. Di dinding samping losmen ternyata banyak lubang kecil-kecil yang ternyata fungsinya untuk pengintaian. Wuah luar biasa, kita masih kelas 6 SD tapi kenakalannya setingkat ‘dewasa’. Makanya, nggak pernah bisa dilupakan. Aku nggak tahu, apakah Wijaya, yang kini bekerja di PG Soedhono ingat yang satu ini apa nggak. Nanti kalau ketemu di Yogya [tiap tahun kalau lebaran aku mampir Yogya silaturahmi sama keluarga besarnyaWijaya] aku mau nyocokin cerita sama Wijaya. Kalau Eddie Think pasti ingat lah! Kan yang jadi ‘suhu’ kita.

Sorry ya mas Eddie Think, bukannya aku mau mendiskreditkan sampeyan lho. Namanya juga bernostalgia jadi ya kadang ngelantur ke mana-mana. Ya pengalaman yang baiknya dan juga pengalaman ‘nakal’nya. Oke jangan dimasukkan ke hati ya…

Thursday, August 03, 2006

Sudah umuran, butuh bernostalgia dengan temen lama.

Suatu hari saya dapat sms dari salah seorang teman lama semasa di SMA 1 Madiun. Wow, walaupun sebatas SMS rasa senang melanda suasana hati ini. Tiba-tiba memory di kepala bekerja dengan keras mengingat bagaimana sosok teman SMA yang SMS tadi. Karena praktis selepas dari SMA kita memang langsung berpencar ke berbagai kota besar di Indonesia untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi pilihan masing-masing. Maklum Madiun saat itu hanyalah sebuah kota kecil. Perguruan tinggi yang ada kurang diminati oleh para lulusan SMA yang berpotensi.

Berbagai memory berlintasan di kepala. Lalu muncul keinginan untuk tahu seperti apa ya sosok saat ini para sobat semasa SMA dulu. Rasanya jadi kepingin ngumpul seperti dulu lagi semasa masih belum punya beban, bebas, dan merdeka. Setelah merenung sejenak, barulah tersadar bahwa saat ini kita semua ternyata sudah ‘umuran’. Dan rasanya bernostalgia kok menjadi sebuah kebutuhan. Alih-alih untuk hiburan tatkala mengisi sisa umur yang ada.

Muncul pertanyaan, bagaimana ya caranya agar kita semua bisa saling berbagi, curhat, ataupun bernostalgia tentang apa saja di antara teman-teman lama ini. Kalau bikin reuni, kendalanya selalu ada yang bisa hadir dan ada yang tidak bisa hadir. Seringkali yang hadir lebih sedikit dibanding yang tidak hadir. Maklum semuanya saat ini berdomisili di berbagai penjuru Indonesia dan memiliki kesibukan yang barangkali tidak bisa ditinggalkan. Jadi harus ada wadah yang dapat digunakan untuk saling menyapa yang tidak merepotkan, dan mudah diakses oleh semuanya. Kan sekarang sudah jaman canggih. Sebenarnya, hampir setiap musim lebaran penulis juga mampir ke kota Madiun. Namun terkadang menunggu ‘ketemuan’ saat mudik lebaran juga rasanya kelamaan.

Setelah berpikir dan mempertimbangkan berbagai sarana yang dapat digunakan untuk bernostalgia akhirnya muncullah ‘AHA”! Ketemu juga jalan keluarnya. Tiba-tiba kok terpikir untuk membuat blog ini. Sebelumnya penulis sudah punya blog tapi lebih ke arah ‘ngumpulin’ bahan untuk penulisan buku [panjikelantoeng.blogspot.com]. Akhirnya, dengan mengucap ‘basmalah’ lahirlah blog ini [endoz-AE.blogspot.com]. Mudah-mudahan blog ini juga bisa melengkapi sarana email-email-an kita ya Mas Tjatur & Mas Eddie think.

Kepinginnya melalui blog ini penulis sedikit demi sedikit bisa mengumpulkan ‘balung pisah’. Blog ini juga terbuka untuk siapa saja yang kepingin ikutan nimbrung bernostalgia tentang Madiun. Jadi silahkan saja untuk temen-temen semua yang mau ikutan menulis atau berkomentar silahkan langsung di-posting aja. Kalau ada yang mau posting foto [foto saat ini dg keluarga, foto ‘jadul’ juga boleh, pokoknya bebas aja] juga dipersilahkan.

[note: ide blog ini terinspirasi oleh SMS mas Tjatur SMAN 1 Madiun ’79 yang rumahnya di Madiun di Jl. Diponegoro]