Thursday, July 12, 2007

Tonggak perjalanan anakku

6 Juli 2007 yang lalu, aku sengaja ambil cuti dari kantor, sekadar ingin mengantar putriku Adhika mendaftarkan diri ke PSB SMA N yang akan digelar mulai hari ini dengan sistem online seluruh Jakarta. Aku, istriku & anakku sengaja mau datang pukul 8,00 tepat, ke SMA N 71 yang menurut perkiraan akan lebih sepi dibanding ke SMA N 81 yang favorit Jakarta. Oh ya, tahun ini pendaftaran SMA N Jakarta bisa dilakukan di SMA N manapun yang terdekat, karena dengan sistem komputerisasi yang canggih, data akan langsung masuk langsung ke server Depdiknas, dan langsung bisa dibuka dinternet beberapa menit kemudian, canggih ya…Masing-masing diberi kesempatan memilih 5 SMA N yang diminatinya. Nantinya, computer akan memproses sesuai nilai dan peringkat yang ada di SMA N yang dituju.

Setibanya di SMA N 71, tak nampak petunjuk apapun terkait dengan perhelatan ini. Untung istriku iseng nanya ke satpam, di mana tempat ambil formulir pendaftaran, dijawab ada 2 tempat. Kemudian Adhika mengajak ke sebelah barat pintu gerbang, karena banyak temen-temennya sudah ada di situ, dan ternyata antrian sudah panjang, ada kalai 40-an. Istriku pun antri paling belakang, tapi ia sempat berbisik untuk ngecek tempat daftar satunya, tanpa ada petunjuk aku pun mulai jalan-jalan di sebelah timur. Eh ternyata ada seorang petugas duduk di depan kelas dengan tumpukan kertas. Saat kutanya di mana tempat pendaftaran dia pun langsung menyilakan ambil formulir di depannya. Thanks God, sebuah kemudahan ada di depan mata. Lalu kutanya setelah diisi ke mana ini harus dibawa, dia menyilakan untuk ke atas. Akhirnya aku kembali ke antrian istriku, lalu kusampaikan ke barisan antrian bahwa di sana tidak ada antrian, tapi banyak dari mereka yang tidak menanggapi [sayang ama antriannya kale].

Selesai isi formulir langsung ke lantai dua, lalu masuk ke ruang pendaftaran. Surprise, yang ngantre daftar baru sedikit. Tapi kegembiraan ternyata mulai sirna seketika, karena panitia setempat meminta berkas SKHUN [surat keterangan hasil ujian nasional] yang harus sudah dilegalisir ke anakku, yang sengaja aku latih untuk mendaftar sendiri [aku cuma mendampingi]. Nampak anakku hamper putus asa dengan petugas tsb. Alaamaaak! Terpaksa, aku turun tangan. Mulailah aku berargumantasi bahwa dari brosur yang disebar panitia depdiknas, dikatakan ‘pendaftar cukup menunjukkan’ no peserta ujian nasional dan SKHUN saja cukup dan akan dilayani. Kok ini prakteknya lain? Dan konyolnya, mereka tidak mau menerima fotocopian biasa. Dengan agak sedikit keras & menekan aku suruh ambil semua berkas asli milik anakku, karena urusan daftar SMAN hari ini harus selesai, aku nggak mau kalau harus bolak-balik untuk melegalisir berkas. Lalu aku berikan salinan ijazah yang telah dilegalisir sambil berargumentasi bahwa ijazah lebih sah secara hukum disbanding SKHUN yang mereka minta, toh kalau diterima nanti juga akan dicek & recek lagi, belaku. Panitia juga ngotot bahwa mereka tidak mau menahan berkas asli milik anakku.

Suasana agak tegang, dan antrean makin panjang tapi banyak dari mereka yang memihak ke pendapatku. Akhirnya, salah satu dari panitia menelepon seseorang [bossnya kale?]. Hasilnya, fotocopian saja sudah boleh untuk mendaftar. Nah gitu dunk. Be wise lah! Dalam hati, gitu aja kok repot dan nyusahin. Akhirnya, langkah pertama pendaftaran selesai. Kami dipersilakan menunggu hasil print out computer bukti pendaftaran di aula.

Sesampainya di aula, diumumkan kalau computer agak ngadat jadi belum bisa on line sama server pusat data di depdiknas. Sambil menunggu kita dihibur dengan video kegiatan SMAN 71. Ternyata SMA ini oke juga lho. Tahun lalu NEM terendahnya 26 tertinggi 29,60. Memang banyak lulsan SMP Putra tahun sebelumnya yang melanjutkan SMA di sini. Tapi anakku sudah menetapkan pilihan ke SMA N 81 ones of the best SMAN di Indonesia.

35 menit kemudian, akhirnya nama Adhika dipanggil ke depan. Setelah menandatangani bukti pendaftaran, aku pun ikut ngecek apakah data yang diinput benar atau salah. Karena tahun lalu terjadi ada beberapa siswa yang datanya diinput tidak benar akhirnya si anak yang rugi karena gagal diterima ke Sekolah yang diingini. Setelah yakin benar semuanya, barulah kami bertiga ke luar aula. Lalu menunggu temen-temen anakku dan orang tuanya yang tadi kena antrean panjang.

Siangnya, di rumah langsung kita buka internet ke situs www.dikmentidki.psb-online.or.id, lalu masuk di bagian SMA N 81, eh bener lho nama Adhika ada di peringkat ke 30. Malamnya, kita pantau anjlok ke peringkat 35. Hari kedua pendaftaran 7 Juli 2007, sorenya kita pantau lagi lewat internet, nama Adhika anjlok ke peringkat 36. Jadi PSB tahun ini memang betul-betul fair dan transparan banget, karena semua orang bisa memantau via internet. Hari terakhir 9 juli 2007, anjlok lagi ke peringkat 37 dari 259 yang dijaring hingga penutupan pendaftaran. Alhamdulillah, artinya anakku pastinya diterima di SMAN 81. So tinggal nunggu pengumuman resminya 10 Juli besok. Data terakhir yang dijaring SMAN 81, NEM tertinggi 29,60 dan NEM terendah 28,07. Gila banget berarti yang diterima rata-rata NEMnya di atas 9,5 semua. Berat banget nanti saingannya di sekolah ini. Tapi it’s okay, Adhika biasanya kalau ada lawan yang berat malah tambah semangat.

10 Juli 2007, kita langsung ke SMAN 81 tepat pukul 07,55. Wow ternyata banyak banget yang sudah hadir untuk melihat pengumuman & lapor diri. Hari ini adalah kesempatan bagi para calon yang diterima untuk lapor diri. Kalau nggak akan hangus haknya. Dan seperti biasa, minim petunjuk juga. Tapi bersama dengan temen-temen dari SMP Putra lainnya, dengan sabar kami menunggu. Akhirnya, kami diminta untuk masuk ke ruang 1, di situlah lapor diri dimulai. Pendaftaran seharusnya bisa dilangsungkan saat itu juga, tapi persyaratan kami masih kurang SKHUN yang dilegalisir 2 lbr, Kartu Keluarga, dan pasfoto anak, ayah & ibunya. Dan diberi waktu hingga 12 Juli 2007. Lagi-lagi urusan ternyata masih panjang. Karena kita harus ke SMP Putra untuk legalisir, dan bikin pasfoto orang tua. Kebayang kan repot-nya. Sabar dan bersabarlah lagi, karena memang pengumumannya serba nggak jelas.

Usai lapor diri Adhika diminta untuk ukur seragam di ruang lainnya. Eh ternyata, diminta untuk membayar sekaligus uang seragam & buku yang jumlahnya Rp 1,125,000. Lagi-lagi, sebagai orang tua terkejut juga dibuatnya. Untung [orang jawa selalu begini] saya ada Rp 700,000 di kantong & istri ada Rp 600,000 –an di dompetnya. Kebayang kan kalau Adhika nggak kita dampingi sudah ngacir pulang dia… hehehe…Gimana yang nggak siap ya? Pasti sudah keluar dan sibuk cari ATM terdekat. It’s okay emang kita yang butuh dan harus be pro active.

12 Juli 2007, bertiga kita kembali ke SMAN 81 lagi. Kali ini semua berkas sudah lengkap jadi kita datang pk 9,15 –an. Dan urusan daftar ulang bisa berakhir dengan happy. Tanggal 14 Juli 2007 pk 07,00, siswa baru diminta masuk untuk pengarahan MOS [masa orientasi siswa] yang akan digelar 16 Juli 2007.

Inilah kesibukan selama masa liburan kali ini, biasanya kami sekeluarga liburan pergi ke luar kota, kali ini terpaksa tidak ke mana-mana demi urusan nyari SMAN untuk putri pertamaku. Memang akhirnya apa yang diingini bisa tercapai, namun ini hanyalah salah satu tonggak dari sebuah perjalanan yang masih panjang. Karena di SMA N 81 sejak kelas X, Adhika harus berjuang lagi untuk nantinya selalu masuk peringkat dengan harapan bisa dapat jalur PMDK untuk ke Perguruan Tinggi Negri [PTN]. Sebagai penyemangat, tahun 2007 ini ada 160 siswa SMAN 81 yang diterima di PTN terbaik di Indonesia lewat jalur PMDK.

0 komentar:

Post a Comment

Silakan tinggalkan pesan Anda.