Friday, July 01, 2011

Kalau sudah duduk, lupa berdiri...




Masih ingat salah satu iklan furniture yang slogannya : ‘kalau sudah duduk, lupa berdiri’, kan? Nah slogan ini cocok banget untuk diterapkan kepada para pemimpin, pejabat, dan para politisi di Republik ini. Begitulah, saking enaknya mereka menikmati ‘nyamannya’ kekuasaan dengan segala previlege-nya. Sudah menjadi rahasia umum kalau mereka-mereka ini sejatinya memang kecanduan menikmati kekuasaan. Kata rakus dan serakah barangkali bahasa yang pas untuk dilekatkan pada mereka semua.

Lihat saja, bagaimana mereka dengan segala macam cara selalu berusaha untuk dapat melanggengkan kekuasaannya. Saat menjadi pemimpin, yang seharusnya memikirkan bagaimana mengurus dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, mereka malahan asyik memikirkan kesejahteraan diri sendiri dan kelompoknya sekaligus berupaya bagaimana caranya dapat berkuasa kembali untuk periode yang selanjutnya. Inilah gambaran umum yang menggejala di republik tercinta ini.

Kepingin bukti? Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana ada seorang mantan pemimpin negara yang kepingin lagi menjadi pemimpin bangsa ini, tapi gagal. Terus banyak pula yang tadinya menjadi wakil pemimpin, terus kepingin menjadi pemimpin. Malah di tingkat pemerintahan daerah ada pemimpin yang sudah menjabat dua periode, kemudian dengan berbagai macam cara akhirnya berhasil menjadikan istrinya pemimpin yang menggantikannya. Ada juga yang tadinya pemimpin dua periode, memilih untuk menjadi wakil pemimpin, lantas wakilnya yang jadi pimpinannya. Lha kalau terusan begini bolak-balik, berarti daerah itu pimpinannya ya orangnya sama terus, nggak akan pernah ganti kan?

Sudah menjadi kodrat manusia rupanya kalau selalu haus akan kekuasaan. Sejarah dan peradaban telah membuktikan bahwa bagaimanapun juga pada akhirnya para pemimpin itu selalu terjebak untuk kepingin melanggengkan kekuasaannya. Bangsa Indonesia rasanya belumlah lupa bagaimana sebelum era reformasi ada pemimpin yang mampu mencengkeramkan kekuasaannya hingga 32 tahun. Haruskah yang begini terulang lagi, lewat modus baru istri atau anaknya dan kelompoknya? Emangnya negara ini milik keluarganya atau kelompoknya saja?

Rasulullah SAW mengajarkan : “Berhentilah makan sebelum kenyang.” Kalau kita kaji lebih jauh dan mendalam, ajaran ini sangatlah penting dan seharusnya diberlakukan untuk banyak hal di dalam kehidupan sehari-hari kita. Pesan beliau ini sebenarnya sangat jelas sekali bahwa kita sebagai manusia itu harus memiliki kontrol kuat terhadap diri sendiri. Jangan sampai kita sebagai manusia, jatuh ke dalam sifat rakus, kecanduan, ketamakan. Sekaligus mengajarkan pula kepada kita untuk tahu kapan sebaiknya berhenti agar tidak sampai ‘kelebihan’ dalam segala hal. Karena yang namanya ‘kelebihan’ dan ‘berlebihan’ itu jelas kurang baik. Tidakkah para pemimpin, pejabat dan para politisi di negeri ini, yang mayoritas muslim, belajar dan mempraktekkan ajaran Rasulullah SAW yang mudah dan sederhana ini? Tentunya dengan harapan agar rakyat di Republik ini dapat hidup tentram, makmur dan sejahtera yang kita impikan bersama. Rasanya sia-sia belaka kalau berharap yang demikian ini.

Malahan yang terjadi adalah sebaliknya. Saking seringnya ‘diakali’ oleh para oknum pemimpin, pejabat dan para politisinya, negara ini akan sulit untuk terbebas dari gejala seperti yang telah terpapar di atas. Karena berbagai ‘blunder’ kekuasaan, carut marut hukum, keterpurukan ekonomi, hingar-bingar politik, budaya korupsi berjamaah, dan seabreg masalah lainnya memang sengaja dibiarkan begitu saja. Lho kok begitu? Ya iya lah, agar ada peluang-peluang baru yang bisa digarap melalui beragam rekayasa dan manuver politik cantik yang bakal menguntungkan kelompok-kelompok tertentu yang berkepentingan untuk melanggengkan kekuasaan.

0 komentar:

Post a Comment

Silakan tinggalkan pesan Anda.