Malas adalah salah satu kata dalam bahasa Indonesia yang singkat tapi artinya jelas dan tegas. Semua orang pasti akrab dengan kata yang satu ini, karena pasti pernah mengalaminya. Bahkan kalau tak salah, kata malas ini berkonotasi negative dari sejak diciptakan, makanya oleh para orang tua yang bijak malas diibaratkan sebagai ‘penyakit’ yang harus dihindari sejak kita kecil, kalau perlu dienyahkan selamanya dari sifat & kepribadian manusia.
Malas, inilah kata yang paling tepat untuk menggambarkan keadaan saya sebulan terakhir ini. Saya tidak mau menyalahkan penyebabnya, tapi harus jujur bahwa julukan sebagai si ‘pemalas’ lah yang cocok buat saya.
Malas untuk beraktivitas dan juga bekerja. Gawat padahal saya masih TDB, yang tentunya mash sangat membutuhkan pekerjaan saya saat ini. Malas gara-gara puasa? Ah yang bener aja. Bukankah selama berpuasa justru kita harus tetap beraktivitas. So jangan nyalahin puasa sebagai kambing hitam atau untuk menutupi sifat malas ini. Sekali malas ya malas aja. Khabar baiknya, untung saya tidak malas untuk menjalankan kewajiban puasa ramadhan.
Malas buka email, malas ngeblog? Ya, itulah yang terjadi dalam kurun sebulan terakhir ini. Padahal aktivitas ngi-mail & ngeblog jelas-jelas banyak gunanya sebagai ajang komunikasi, sharing pengalaman, wadah berkomunitas, dsb. tapi gara-gara malas ya nggak kesentuh juga. Namanya juga lagi malas euyy…
Malas ini seringkali saya sadari berdampak negatif buat diri saya pribadi. Apalagi kalau sudah mendarah daging, sampai-sampai kita tidak menyadari keberadaannya, karena seringkali kita kemas dengan kata lain yang lebih lembut seperti ‘santai aja’ atau ‘nyantai dulu ah’, ‘slow aja’, ‘kalem aja’, ‘ah entar juga masih ada waktu’, ‘gampang lah nanti aja’, dsb. Kalau saya renungkan lebih jauh, gara-gara malas kuliah saya pernah molor dan ketinggalan wisuda. Malas ‘ngurusin’ juga pernah bikin bisnis saya waktu mahasiswa [yang berangkatnya dari semangat cari tambahan uang saku] saya tinggalkan. Padahal kalau saya terusin mungkin sekarang udah jadi gede kali ye? [maklum dulu kan kepinginnya bukan jadi pengusaha tapi jadi pegawai]
Malas rutin ngontrol toko seluler juga pernah berujung omset menurun dan akhirnya ‘dikadalin’ karyawan dan akhirnya malah harus bubar. Malas ngontrol pengelola bisnis rental mobil juga berakibat hilangnya setoran 9 bulan, akhirnya berujung saya pindahkan ke pengelola yang lain. Yang terjadi baru-baru ini, gara-gara terlambat karena malas nyiapin proposal & konsep advertising & communication, bulan kemarin saya kehilangan peluang untuk ‘ndapetin’ kerjaan dari salah satu calon gubernur Jawa Timur. Nyesel. Anehnya, saya kok nggak pernah kapok dan jera dengan sifat malas saya ya? Karena saat malas itu muncul kok sempat saya biarkan berlama-lama hadir di dalam diri saya… hehehe…
Malas memang sudah menjadi sifat pribadi yang unik. Jadi kalau kita berhasil mengatasi kemalasan kita, berarti kita berhasil mengalahkan diri kita sendiri. Yang ini penting banget!
Malas… akhirnya sekali lagi kusadari sepenuhnya bahwa banyak dampak negatifnya daripada positifnya. Makanya, kulawan dia dengan sekuat tenaga. Kalau toh akhirnya tulisan ini selesai dan saya posting di blog, ini sangat besar artinya bagi diri saya pribadi. Karena berarti saya berhasil berjuang sekuat tenaga untuk mengalahkan diri saya pribadi khususnya sifat malas yang memang menjadi penyakit kambuhan sejak dulu.
Malas? Kok saya jadi malas ya … ngomongin malas.
0 komentar:
Post a Comment
Silakan tinggalkan pesan Anda.