Saturday, August 16, 2008

Mau diarahkan ke mana hidup ini?



Saat tidak aktif ngeblog dan berinternet, banyak waktu yang saya gunakan untuk merenung dan merenung tentang segala hal. Salah satu yang menarik dari perenungan saya adalah tersadarnya saya akan ‘konsep waktu terkait dengan tujuan hidup’. Karena berangkat dari kesadaran akan waktu, ternyata terkait erat dengan segala aspek kehidupan kita.


Sadarkah kita bahwa ternyata sang waktu itu terus maju dan begitu cepat berlalu? Dan tak ada kuasa manusia yang mampu menghentikan waktu. Justru sebaliknya, kita sering kali malah ditinggalkan oleh waktu dan banyak pula yang dihentikan oleh sang waktu. Rasanya baru kemarin kita memasuki tahun baru 2008, tiba-tiba sekarang sudah bulan Agustus. Bahkan sebentar lagi sudah memasuki bulan Ramadhan dan dilanjut Idul Fitri.


Dalam perenungan tsb. secara pribadi kok saya merasakan sepanjang hidup ini kok merasa belum ‘berbuat apa-apa’. Kalau dikaitkan dengan rutinitas keseharian kok rasanya hidup ini hanya dihabiskan untuk kepentingan pribadi dan keluarga saja. Belum banyak yang bisa saya lakukan untuk kepentingan orang banyak.


Saya memang bekerja keras membanting tulang, giat beraktivitas dan terjebak dengan rutinitas yang terkadang banyak mengorbankan banyak hal, tetapi apa sih yang saya hasilkan? Mengumpulkan asset, paling banter ujung-ujungnya juga untuk saya & keluarga. Berapa banyakkah yang bermanfaat untuk orang banyak? Pertanyaan seperti inilah yang akhirnya mengganggu batinku.


Begitu pula dalam hal belajar membangun usaha. Selama 3 tahun terakhir ini selain waktu habis untuk bekerja sebagai ‘Tangan di Bawah’ [karyawan gajian], juga banyak waktu yang saya habiskan untuk bergiat membangun usaha. Serasa begitu sibuk. Membangun bisnis sendiri. Cita-cita yang dicanangkan ‘ingin bisa segera menjadi Tangan di Atas’ [orang yang selalu bisa memberi]. Apakah yang sudah diperoleh dari kesibukan selama ini? Sudahkah usaha yang dibangun tsb. berkembang seperti yang diidealkan? Sudahkah menjawab tujuan untuk menjadi ‘Tangan di Atas’? Berapa banyak orang yang dapat manfaat dari usaha ini? Atau jangan-jangan malah saya terjebak dan larut dengan kegiatan yang hanya mengumpulkan harta benda dan asset yang lagi-lagi bisa jadi juga hanya untuk saya pribadi & keluarga. Pertanyaan seperti ini pula yang selalu muncul dan mengusik.


Sekadar berzakat, infaq, sedaqah, cukupkah? Apa nggak mungkin bisa lebih dari itu? Bagaimana bisa memberi kail nggak hanya memberi umpan terus menerus, agar banyak orang bisa memancing sendiri ikannya. Misal banyak menciptakan lapangan kerja sehingga bisa membangun kemashahalatan umat.


Persepsi orang kebanyakan saat ini tentang orang sukses adalah orang yang memiliki banyak hal. Dan pada kenyataannya memang banyak yang berusaha untuk menuju ke arah sana. Akhirnya, terjebak dengan konsumerisme. Bahkan banyak pula yang meraih prestasi demi prestasi baik di karier maupun di bidang usaha yang mengorbankan banyak hal [perkawinan, keluarga, kesehatan, maupun spiritual]. Sampai-sampai lupa mau ke arah mana sebenarnya tujuan hidupnya yang hakiki?


Rasanya dari curhat di atas, memang perlu sekali lagi buat diri saya pribadi untuk mendifinisikan ulang ke mana tujuan hidup saya yang sejujurnya dan dari dasar perasaan yang paling mendalam. Tentunya dengan harapan, sisa waktu yang ada ini, nantinya hidup saya menjadi lebih bermakna. Sukses sebagai pengusaha bisa jadi bukanlah tujuan yang hakiki, tapi menjadi manusia yang berguna bagi banyak orang akan jauh lebih bermakna dan dihargai sebagai kesuksesan sejati.


Kalau direnungkan, agar bisa berguna untuk orang banyak rasanya kita nggak perlu harus kaya terlebih dahulu. Buat apa kita kaya raya tapi hidup kita tidak bermakna bagi sesama? Dan seharusnya membangun hidup yang lebih bermakna bisa dijalani sambil beraktivitas sehari-hari, dari hal-hal kecil yang bisa kita lakukan saat ini juga. Lebih oke lagi bila dibarengi dengan aktivitas untuk terus mengasah kesadaran diri agar menjadi pribadi yang semakin baik.


Melalui curhat ini, sekali lagi saya juga mengajak semuanya “untuk selalu dapat memberi, memberi, dan memberi… tapi tidak pernah kehabisan, daripada harus mencari, mencari, dan mencari… tapi tidak pernah merasa cukup. Semoga. Amin.”

1 comment:

  1. saya selalu ingat pesan almarhun ayah saya: jangan pernah kamu berhitung untuk apa yang telah kamu keluarkan terutama untuk membantu orang lain, karna kamu tidak akan miskin karenanya.

    ReplyDelete

Silakan tinggalkan pesan Anda.