Friday, May 27, 2011

Menguak makna kebahagiaan




Apa sih yang dimaksud dengan kebahagiaan?
Jawabannya akan bermacam-macam tergantung persepsi setiap orang tentang kebahagiaan itu sendiri. Saat jalan-jalan ke pulau Ayer di kawasan wisata kepulauan seribu, saya pernah ngobrol dengan seorang turis asal Amerika Serikat yang sudah berumur 60-an tahun. Nah si mister ini rupanya sedang menikmati masa pensiunnya dengan mengunjungi pelosok dunia. Asyik banget kan. Di masa tuanya masih diberi kesehatan dan dapat menikmati indahnya dunia. Bukan main.

Nah, saya pun coba menanyakan apakah ia bahagia dengan hidup yang dijalani selama ini. Ia pun menjawab bahwa di masa tuanya ini ia sangat bahagia karena hampir semua yang dimimpikannya sewaktu muda dulu hampir semuanya dapat terwujud. Dan yang mengherankan yang diceritakannya justru lebih ke masalah orang-orang yang dicintainya dan nostalgia saat bisa kumpul bareng bersama keluarganya. Jadi bukan seputar kebahagiaan saat ia menikmati jalan-jalan keliling dunia.

Lalu ia pun ganti bertanya: “Are you happy?”. Saat itu saya pun menjawab sekenanya, “Ya, I’m happy.” Si mister pun melanjutkan lagi pertanyaannya : “What’s really important in your life?” dan “Can you be happier?”. Pertanyaan berikutnya tsb. Yang akhirnya membuat saya tidak bisa menjawabnya lagi. Karena jelas memerlukan perenungan lebih lanjut tentang hidup yang sudah saya jalani selama ini. Nah, gara-gara ngobrol dengan ‘bule’ tsb. waktu refreshing di pulau Ayer saat itu, jadi terpakai untuk merenungkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas sekaligus introspeksi diri.

Dulu, saat mengawali pekerjaan sebagai reporter di grup media yang terkenal, saya berpikir sederhana banget bahwa saya akan tetap bisa mewujudkan idealisme saya yaitu : ‘jalan-jalan’ & berpetualang ke mana saja mengikuti tugas junalistik saat itu, hobi baca & menulis tersalurkan, ketemu dengan beragam manusia, nggak harus terjebak rutinitas kerja di belakang meja setiap hari, dan punya duit cukup untuk hidup layak di Jakarta ini. Dan saat itu benak saya dipenuhi pemikiran bahwa kebahagiaan akan datang mengalir sejalan dengan karier di dunia jurnalistik, punya rumah, punya mobil, jalan-jalan ke luar negeri untuk tugas liputan jurnalistik, dan segala bentuk manfaat lainnya. So simple things.

Apa yang ditanyakan oleh si Mister ‘Bule’ tsb. akhirnya memang secara perlahan tapi pasti merubah cara pandang saya akan makna kebahagiaan itu sendiri. Karena selama ini saya siap menjalani hidup tetapi tidak “hidup”. Melalui perenungan tsb. saya sadar banget bahwa ternyata arah hidup saya banyak dipenuhi dengan rencana-rencana yang berasal dari luar, tanpa dibarengi dengan pemahaman yang memadai akan diri sendiri . Begitu sibuk dengan action plan untuk hidup ke depan, tapi justru abai untuk menjalaninya. Boleh dibilang saya nggak merasa bahagia, karena pencapaian action plan yang telah saya susun justru tidak pernah sesuai dengan yang diharapkan. Dan yang lebih penting, karena plan tsb. saya adopsi dari luar diri pribadi, ekspektasi nya pun tidak pernah sejalan dengan suara hati.

Menurut para ahli, separuh dari otak kita berpikir dengan menggunakan logika, barulah sebagian lagi menggunakan emosi. Apalagi, background pendidikan yang pernah saya tekuni adalah filsafat yang memang selalu mengedepankan aspek logika berpikir yang kuat. Kecenderungannya seringkali logika mengatakan hal yang berlawanan dengan emosi. Kalau yang terjadi seperti ini, maka mulailah mencoba untuk mendengarkan apa yang dikatakan oleh suara hati. Begitulah, saat saya mencoba mengambil keputusan ataupun pilihan yang berdasarkan suara hati, kehidupan yang saya jalani jadi jauh lebih seru dan menarik.

Be yourself! Barangkali salah satu kata kunci dari kebahagiaan itu adalah apabila kita dapat melakukan apapun yang sesuai dengan keinginan ataupun suara hati kita. Marilah kita coba untuk berbuat ‘kebaikan’yang bermanfaat untuk kehidupan yang ada di sekitar, mulailah dari hal kecil yang kita bisa.

Lebih dari itu, kalau dikaji lebih jauh, kebanyakan rencana hidup yang kita jalankan selalu berkutat untuk kepentingan diri sendiri dan keluarga saja. Nggak ada yang merencanakan sesuatu yang nantinya dapat bermanfaat untuk orang lain, apalagi untuk kemasahalatan orang banyak. Entahlah, akhir-akhir ini dorongan dari dalam diri selalu mengatakan agar sisa usia yang masih ada ini, alangkah bahagianya bila ‘hidup’ ini dapat bermanfaat untuk orang banyak.

Itulah sebabnya, saya selalu terobsesi untuk bisa memiliki usaha yang mampu mempekerjakan banyak orang. Saat bisnis rental eskavator saya masih berjaya, ada 25 orang yang nafkahnya terpenuhi dari situ, sayangnya usaha itu pada akhirnya harus terhenti gara-gara iklim dunia usaha yang tidak menentu. Makanya saat ini pun, semoga masih diijinkan oleh Allah SWT, saya selalu terus mencoba untuk dapat memiliki bisnis yang dapat membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Insya Allah, Amin.

Saya percaya bahwa pastinya akan selalu ada jalan menuju kebahagiaan yang hakiki bagi siapapun yang memilih untuk mendengarkan suara hatinya.

0 komentar:

Post a Comment

Silakan tinggalkan pesan Anda.