Saturday, February 19, 2011

Aksi nekat berbuah nikmat

Yang ini cerita tentang ribetnya kalau bepergian secara mendadak. Jumat, 11 Februari 2011 lalu, bakda sholat Jumat tiba-tiba kepingin ke Surabaya. Pertama, rencananya bezoek adikku Yudie Sayidno yang sejak 28 Januari 2011 lalu hingga kini masih dirawat di RS Hutama Husada Surabaya guna menjalani operasi yang ke-5 berkaitan dengan penyakit kanker colon-nya. Kedua, Minggu 13 Februari 2011 mau ikutan ngumpul bareng sama temen-temen Alumni PG Soedhono di Madiun.

Ternyata waktu minta tolong sekretaris kantor untuk dicarikan tiket apa aja yang ke Surabaya, hasilnya nihil. Semua penerbangan ke Surabaya habis terjual. Tiket semua KA ke Surabaya juga nggak ada lagi. Ludesnya tiket gara-gara ada hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh hari Selasa, sehingga hari Senin adalah hari kejepit jadi banyak orang yang bepergian ke luar kota. Yach, baru sadar kalau ketemu liburan week end yang panjang. Wuah gimana ya. Berangkat nggak ya? Daripada kebanyakan pertimbangan dan nggak action mendingan nekat aja ‘go show’. Dalam hati kepikir, di Thailand aja bisa jalan’menggelandang’ ke mana-mana, masak di negeri sendiri ke Surabaya aja nggak bisa.

Akhirnya, sorenya langsung aja ke stasiun Gambir. Dan ternyata benar adanya, semua tiket habis. Konyolnya, KA eksekutif sekarang tidak menjual tiket tanpa tempat duduk. Wuah bener-bener ribet. Sambil nongkrong di salah satu cafĂ© yang ada di Gambir, mulailah otak kiri kepakai untuk mencari ide yang ‘out of the box’ gimana caranya bisa ke Surabaya. Pertama, nyoba cari orang yang nggak jadi berangkat yang mau jual tiketnya. Tapi kayaknya beresiko tinggi karena kalau nggak ada bisa batal berangkat. Kedua, nyoba nyari preman atau calo, siapa tahu bisa memberi solusi. Tapi ide yang ini juga agak susah dijalanin, mengingat manajemen PT KA sekarang lagi getol memberantas percaloan tiket dengan menyebar intelnya di mana-mana. Ketiga, ya nekat naik aja tanpa punya tiket nanti urusannya selesaikan nanti. Pas dipikirin sebentar, sepertinya pilihan ini yang paling oke.

Kalau niatnya baik, ternyata segalanya dipermudah oleh Allah SWT. Selesai sholat maghrib berjamaah di musholla Gambir waktu duduk-duduk sebentar, tiba-tiba feelingku kok kepingin menyapa salah seorang porter atau kuli angkut barang stasiun Gambir. Mulailah keluar jurus andalan ‘sok akrab’,” Hai boss, apa khabar? Gimana rame ya penumpang?” Dari hasil obrolan itulah akhirnya, aku minta tolong barangkali ada penumpang yang batal pergi lalu menjual tiketnya. Dia pun langsung dengan gesit nanya2 ke ‘gengnya’. Tidak sampai 5 menit, dia datang lagi dengan bawa satu tiket KA Sembrani ke Surabaya, yang langsung aku bayar dengan member uang lebih untuk jasanya . Alhamdulillah. Ternyata, nggak perlu pakai pilihan terakhir tadi untuk ‘nembak’ atau bayar di atas KA. Tepat pk. 20.00 berangkatlah si Sembrani ini menuju Surabaya.

KA Sembrani masuk stasiun Pasar Turi Surabaya tepat pk. 8.00 pagi [telat 1,5 jam, karena di tiket tertulis pk. 6.30]. Langsung aku telpon HP pak Ayub [mantan preman Madura, kenalanku beberapa tahun lalu yang kini ngojek], dia pun dengan senang hati mengantarku ke rumah Yudie di daerah Gubeng Kertajaya. Surprise… Yola [istrinya Yudie] dan ketiga anaknya terkaget-kaget, nggak nyangka bakalan ada tamu. Habis mandi dan sarapan soto Suroboyoan, pk. 9.00 langsung ke RS Hutama Husada bareng Yola dan Tika [putri sulungnya yg kuliah di ITS]. Sesampainya di RS, Yudie Sayidno pun kaget bercampursenang. Maklum, Lebaran kemarin waktu keluarga Sayidno ngumpul di Solo Yudie juga pas dirawat di RS, hanya 3 anaknya yang ngumpul.

Kondisi Yudie masih nampak kurus & lemah dengan selang infuse di tangan kanannya, maklum pasca operasi. Dia tunjukkan jahitan di perutnya hasil operasi terakhir, sekaligus 3 selang & kantong saluran pembuangan yang ada di perutnya. Satu untuk feces, satu untuk urine, satu lagi yang dari ginjal. Di sini aku betul-betul kagum dengan kekuatan, ketabahannya dan keikhlasannya dalam menghadapi cobaan penyakit dari Allah SWT tsb. Seandainya itu aku, rasanya mungkin tak akan sanggup menanggungnya. Salut juga buat Yolanda yang selalu setia mendampingi dan merawat adikku Yudie. Aku hanya bisa menghibur mereka berdua bahwasanya Allah SWT itu menciptakan penyakit pasti ada obatnya, jadi jangan pantang menyerah. Kita semua akan selalu mendoakan agar penyakit yang dideritanya segera disembuhkan oleh Allah SWT, Amin.

Hampir 3 jam aku menemani adikku di RS. Semoga kehadiranku di sisimu bisa menjadi ‘obat’ untuk sakitmu. Siangnya Yola membawakan aku rujak petis yang paling enak se Surabaya. Wow dahsyat nikmatnya. Karena selama ini di Jakarta nggak pernah nemu rujak petis yang senikmat ini. Kira-kira pk. 13.00, masku Wowok dating bezoek, nggak lama kemudian disusul oleh Handaru yang sebelumnya memang ngobrol denganku via HP. Kita berempat pun ngobrol ngalor ngidul sampai puas.

Akhirnya, sekitar pk. 14.00 aku bertiga pamitan sama Yudie & Yola karena mau berangkat ke Madiun menghadiri undangan Oscar Louhenapessy yang menikahkan anaknya di hari itu juga, sekalian besok kita mau berombongan menghadiri acara ngumpul bareng Alumni PG Soedhono. Berat rasanya untuk berpamitan dengan Yudie & Yola, tapi ‘manajemen’ waktu lah yang mengharuskan kita berpisah.

Sepulang dari RS Hutama Husada, aku dan Handaru langsung ke rumah makan bu Rudy untuk beli titipan istriku yang kalau ke Surabaya sama Yola selalu mampir ke situ. Terus langsung ngumpul dulu di rumah Mas Wowok, barulah nanti ke stasiun Gubeng mau naik KA Sancaka [Surabaya-Yogyakarta].

Sesampainya di stasiun Gubeng, ternyata tiket Sancaka juga sudah ludes, dan saat ini PT KAI tidak menjual tiket berdiri. Yaach… ‘hukum week end panjang’ ternyata juga terjadi di Surabaya, banyak orang bepergian. Akhirnya, mas Wowok ambil keputusan untuk langsung naik tanpa punya tiket. Bukannya nggak mau beli tiket lho… tapi emang nggak ada yang dibeli, hehehe. Karena kita harus berangkat ke Madiun saat itu juga. No compromise. Begitulah bak preman tua, pas kondektur nagih tiket, mas Wowok langsung bisik-bisik sambil tangannya memberikan salam tempel. Beres. Di Indonesia, apa sih yang nggak bisa?

Sampai di Madiun pk. 17.30, tadinya janjian sama Antok Sumartono yang mau jemput di stasiun Madiun, tapi ternyata rombongan Antok Sumartono dari Yogya baru sampai di Karang Anyar . Untunglah, aku masih menyimpan nomer HPnya Yudi Cenguk. Akhirnya, YUdi Cenguk-lah yang menjadi ‘dewa penolong’ dengan mengirim mobil plus supirnya ke stasiun. Terima Kasih ya!

Udara Madiun terasa dingin karena masih hujan rintik-rintik, perut pun jadi terasa lapar. Langsung kita meluncur ke nasi pecel Yu Gembrot, karena tadi pas di kereta Sancaka kita sudah membayangkan wisata kuliner ke situ. Dan apa yang kita bayangkan selama di kereta menjadi kenyataan. Nasi pecel dengan lauknya terasa nikmat di lidah. Dahsyat! Madiun memang terkenal nasi pecelnya yang khas, pokoke mak nyus lah!

Urusan perut selesai barulah kita mampir ke rumah Oscar Louhenapessy. Sebenarnya undangannya pk. 12.00 siang tadi, tapi nggak apa-apa yang penting kan kehadiran kita untuk bersilaturahim. Di rumah Oscar, ternyata semua handai tolannya masih komplit. Jadi sebenarnya sebelum reuni besoknya kita sudah reuni duluan sama keluarga besar Louhenapessy. Kalau saja Yudi Cenguk nggak nelpon bisa jadi kita ngobrolnya sampai malam.

Pukul 20.00. akhirnya kita dibawa supir ke Gorang-gareng ke rumah Yudi Cenguk yang ternyata rombongan Yogya [Antok Sumartono, Benny Sayidno, dan Tuti Djoko Pangestu] sudah berkumpul pula di situ. Lagi-lagi, kita ngobrol ngalor ngidul sampai malem, itung-itung pemanasan untuk acara ngumpul bareng Alumni PG Soedhono besok.
Pk. 22.00, yang asik pada ngobrol aku tinggal tidur. Eh, pk 23.00, dibangunin diajak ke Hotel Merdeka Madiun ditunggu sama rombongan mas Kikiek Haryodo. Terpaksa aku ikut daripada ditinggalin di rumah gede, kosong, sendirian pula [Yudi Cenguk dan keluarganya tinggal di rumah lain lagi yang jaraknya 5 rumah dari situ]. Rumah Yudi Cenguk kita kunci dari luar [Cenguk nggak tahu kalau malem2 kita nglayap lagi]. Lama nggak ketemu sama mas Kikiek dan rombongan, akhirnya begadanglah kita sampai pk. 03.30. Dan seperti jaman dulu waktu masih di Soedhono, kalau sudah ngumpul ramainya bukan main.

Pk. 04.00 pagi, kita masuk lagi ke rumah Yudi Cenguk dengan badan terasa capai, tulang terasa remuk, tapi hati senang dan puas banget. Tidur. Nanti pk. 10.00 recananya berangkat ke Soedhono.

0 komentar:

Post a Comment

Silakan tinggalkan pesan Anda.